Di Brebes, ada 190 Warga Sapta Darma

Suharjo (hijau), sedang menyampaikan data dan perkembangan penghayat Sapta Darma di Brebes. [Foto: Salam]
Suharjo (hijau), sedang menyampaikan data dan perkembangan penghayat Sapta Darma di Brebes. [Foto: Salam]
[Brebes –elsaonline.com] Jumlah pemeluk Kerohanian Sapta Darma, berdasarkan data yang dikumpulkan Persada hingga tahun 2011 tercatat ada 190 orang. Data tersebut merupakan warga yang masih aktif sujudan dan masih banyak yang belum terdata.

Suharjo, Pelaksana tugas Ketua Perhimpunan Warga Sapta Darma (Persada) Brebes mengatakan hal tersebut dalam diskusi program pemberdayaan ekonomi dan inklusi sosial bagi penghayat kepercayaan di Jawa Tengah, di Hotel Anggraeni, Brebes, Jumat (3/4) kemarin. “Pendataan ini sangat penting untuk memastikan bahwa warga Sapta Darma terlayani haknya tanpa mendapatkan diskriminasi terutama dari pejabat pemerintahan,” lanjut Suharjo.

Untuk tempat sujudan atau biasa disebut Sanggar, di Kabupaten Brebes saat ini setidaknya ada 5 sanggar yang biasa digunakan untuk sujudan. Kelimanya adalah Sanggar Candi Busono Sigentong, Sengon, Losari, Sitanggal dan Kaliwlingi. Selain Sanggar Sitanggal, empat sanggar lainnya sudah permanen.

Peneliti dari Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA), Khoirul Anwar mengatakan bahwa kasus penolakan almarhumah Ibu Jaodah, salah satu warga Sapta Darma akhir tahun 2014 lalu cukup memberikan dampak luas. “Pemerintah mulai berubah dalam pelayanan terhadap warga penghayat. Dulu, mereka sangat dibatasi aksesnya. Tetapi advokasi terhadap kasus Ibu Jaodah, membuat agak sedikit perubahan,” terang Awang, sapaan akrabnya

Meski begitu, ada juga imbas sosial dari kasus tersebut. Masyarakat mulai mengenali warga Sapta Darma. Bagi mereka yang kurang peka terhadap keragaman, maka stigma dan diskriminasi akan dengan mudah dialamatkan kepada mereka. “Namun, bagi masyarakat yang sensitif terhadap perbedaan, keragaman identitas keyakinan itu pasti akan dianggap sebagai kewajaran belaka. Disinilah tuntutan untuk menenggang perbedaan itu semakin diperlukan,” ujar pria kelahiran Brebes itu menegaskan. [elsa-ol/TKh-@tedikholiludin/001]

Baca Juga  Di Klenteng Tertua ini, Kami Berdoa Agar Dagangan Laris Manis
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Buka Bersama di Rumah Pendeta

Oleh: Muhamad Sidik Pramono Langit Salatiga Senin sore 18 Maret...

Tak Semua Peperangan Harus Dimenangkan: Tentang Pekerjaan, Perjalanan dan Pelajaran

Tulisan-tulisan yang ada di buku ini, merupakan catatan perjalanan...

Moearatoewa: Jemaat Kristen Jawa di Pesisir Tegal Utara

Sejauh kita melakukan pelacakan terhadap karya-karya tentang sejarah Kekristenan...

Bertumbuh di Barat Jawa: Riwayat Gereja Kristen Pasundan

Pertengahan abad ke-19, Kekristenan mulai dipeluk oleh masyarakat di...

Pengaruh Lingkungan Pada Anak Kembar yang Dibesarkan Terpisah

Anak kembar adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini