Memperkarakan Universalitas HAM

Oleh: M. Najibur Rohman

Judul               : Hak-hak Asasi Manusia, Polemik dengan Agama dan Kebudayaan

Pengarang       : F. Budi Hardiman

Penerbit           : Kanisius, Yogyakarta

Cetakan           : Pertama, 2011

Tebal               : 159 halaman

Tidak dapat dimungkiri, ide hak asasi manusia nyaris bergaung di seluruh dunia. Ketika 10 Desember 1948 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) disahkan, banyak negara mengadopsi ide ini untuk mendegradasi pengalaman negatif yang dialami oleh umat manusia. Hak asasi manusia menjadi nilai agung untuk melawan kesewenang-wenangan negara atas rakyatnya, ekspansi kapitalisme yang mendiskreditkan nilai-nilai kemanusiaan dan kekerasan atas nama apapun.

Buku ini hadir secara eksploratif dengan memperbincangkan HAM dari polemik yang dasar hingga tingkat implementatif. Karya Budi Hardiman ini menjadi penting karena terdapat pandangan terhadap HAM yang didasarkan pada pola-pola konfliktual. Misalnya saja bagaimana ide HAM ini dirujukkan pada hubungan konfliktual Barat dan Timur atau Barat dan Islam.

Pola semacam ini terjadi karena ada kenyataan HAM telah menjadi senjata bagi negara-negara maju untuk melegitimasi tindakannya memerangi negara lain. Itu bukti bahwa HAM bukanlah sesuatu yang netral dan bebas nilai. Karena itu, dari segi teoretis maupun praktik, HAM memiliki dimensi-dimensi yang mengundang perdebatan.

Dalam perbincangan genealogi HAM, liberalisme berpegang teguh pada dasar eksistensial manusia. Bahwa hak-hak asasi manusia telah melekat pada diri manusia itu semenjak dilahirkan. Sebagai konsekuensinya, negara tidak berhak untuk mengganggu gugat atau melecehkan hak siapapun. Sebaliknya, menjaga HAM merupakan tugas negara.

Cara pandang seperti ini sedikit berbeda dari kelompok republikanisme—ditampilkan melalui pemikiran Hannah Arendt—yang menganggap bahwa HAM terbentuk melalui proses politis. HAM tidak lahir dengan sendirinya, kecuali diakui oleh komunitas atau negara. Pengakuan itulah yang menjadikan manusia memperoleh hak-haknya.

Baca Juga  Etos Kerja dan Hubungannya dengan Pemahaman Agama

Di tingkat praksis, implementasi atau instrumentalisasi HAM tidak selalu mudah karena bayang-bayang agama maupun kebudayaan. Umat beragama terkadang merasa HAM tidak selalu selaras dengan nilai-nilai agama. Umat Islam di antaranya, memformulasikan sendiri pandangannya mengenai HAM sebagaimana tampak pada Deklarasi Hak Asasi Manusia Islam (DUHAMIS) yang dideklarasikan pada 19 September 1981. Dengan kata lain, universalitas HAM adalah sebuah polemik.

Menyikapi hal ini, penulis agaknya memilih untuk tidak larut dalam pertentangan yang diametral, tetapi mengembalikannya kepada intensi dasar normatif HAM yang bertujuan “memproteksi manusia dari ancaman terhadap martabatnya” (hal. 68). Pada altar ini, lanjutnya, tidak ada klaim oleh kebudayaan atau agama tertentu, baik Barat, Asia, Kristen, Islam, atau lainnya, yang merasa memiliki kebudayaan lebih unggul sehingga berhak memaksakan persepsi HAM-nya.

Pluralitas

Sebagai perlindungan terhadap martabat manusia, maka HAM menjadi penting diimplementasikan pada tingkat kebijakan dan kenyataan. Di tengah pluralitas identitas manusia, pemahaman yang baik terhadap HAM akan mengantarkan pada kehidupan bersama dan saling menghargai.

Pada konteks ini diskriminasi tidak dibenarkan terhadap kelompok-kelompok minoritas. Tidak ada perbedaan perlakuan oleh negara karena distingsi “pribumi” dan “non pribumi”. Begitu pula negara tidak berhak mengistimewakan kelompok tertentu atas dasar suku, agama, ras dan golongan.

Sebagai sebuah buku yang disusun dari berbagai tulisan untuk kesempatan yang berbeda, maka menjadi hal yang wajar jika ditemukan kelemahan dalam pengulangan pembahasan pada bab yang berbeda.

Di sisi lain, buku ini tidak memvonis kata akhir dari sebuah perdebatan tentang hak asasi manusia. Sebagaimana HAM bukanlah dogma yang baku, maka buku ini hanyalah sebuah tafsir atau persepsi yang tidak pula universal. Masih absah untuk terus memperkarakan HAM kembali.

Baca Juga  Kisah Malang Sub-Etnis Kalang [Bagian 2]

Dari semua itu, buku ini menguraikan pembahasan dengan bahasa yang renyah dan populer sehingga materi yang berat menjadi terasa ringan dan mudah dicerna. Akhirnya, selamat membaca dan mengritisi!

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Buka Bersama di Rumah Pendeta

Oleh: Muhamad Sidik Pramono Langit Salatiga Senin sore 18 Maret...

Tak Semua Peperangan Harus Dimenangkan: Tentang Pekerjaan, Perjalanan dan Pelajaran

Tulisan-tulisan yang ada di buku ini, merupakan catatan perjalanan...

Moearatoewa: Jemaat Kristen Jawa di Pesisir Tegal Utara

Sejauh kita melakukan pelacakan terhadap karya-karya tentang sejarah Kekristenan...

Bertumbuh di Barat Jawa: Riwayat Gereja Kristen Pasundan

Pertengahan abad ke-19, Kekristenan mulai dipeluk oleh masyarakat di...

Pengaruh Lingkungan Pada Anak Kembar yang Dibesarkan Terpisah

Anak kembar adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini