Riset Balitbang Kemenag: 42 Persen Mahasiswa Kampus Umum Dukung Khilafah

0
751
Menyampaikan Pendapat: Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan, Balitbang Kemenag RI, Prof. Amsal Bakhtiar menyampaikan pendapat pada seminar hasil penelitian kolaboratif tahun 2018 di Hotel Grand Wahid Salatiga, 2 Mei 2018. Foto: Ceprudin

Salatiga, elsaonline.com – Hasil riset Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Agama Semarang, Kementerian Agama RI mengungkap terdapat 42 persen mahasiswa yang mendukung berdirinya negara khilafah di Indonesia.

”Kesimpulan riset menunjukkan, ada mahasiswa yang tidak setuju (Indonesia menggunakan) asas Pancasila sebanyak 7 persen, mendukung berdirinya khilafah 42 persen, dan anggapan demokrasi bertentangan dengan Islam sebanyak 23 persen,” kata peneliti Balitbang Semarang, Dr. Samidi pada seminar “hasil penelitian kolaboratif tahun 2018” di Hotel Grand Wahid Salatiga, 2 Mei 2018.

Riset bertema “keberagamaan mahasiswa di perguruan tinggi umum dalam konstelasi kebangsaan” ini dilakukan pada enam perguruan tinggi umum di lima provinsi di Indonesia.

“Lokasi penelitian di enam kampus, yakni di Jawa Tengah satu kampus, Jawa Timur dua kampus, NTB satu kampus, Kalimantan Barat satu kampus, dan Kalimantan Tengah satu kampus,” tambahnya.

Riset dengan metode kualitatif deskriptif ini mengungkap, kajian keislaman pascareformasi di perguruan tinggi umum didominasi kajian Islam Timur Tengah. Seperti Wahabi-Salafi dan Ikhwan al-Muslimin.

Islam Politik

Para aktifis ini mengandalkan LDK-UKI masjid untuk mengembangkan kajian. Sementara anak-anak muda NU baru belakangan kuliah di kampus umum dan pegiat HMI, IMM, dan PMII cenderung pada pemikiran gerakan kiri dan belum mampu menggeser LDK atau KAMMI. Walhasil, wajah Islam politik di kampus umum cukup menonjol.

Tampaknya, pemahaman keagamaan mahasiswa kampus umum sejalan dengan bacaannya. Mereka lebih gemar membaca tulisan-tulisan karya penulis populis dibanding karya akademik pemikir atau kiai pesantren.

“Tulisan atau karya tokoh Islam yang banyak dibaca oleh mahasiswa, baik itu dalam bentuk cetak maupun daring yakni Felix Siauw 311, Habiburrahman El-Shirazy 228, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 197, Salim A Fillah 196, M Quraish Shihab 160 responden,” sambung Samidi.

Baca Juga  Paham Eksklusif Rambah Sekolah

Responden Muslim sebanyak 688 dari enam kampus umum negeri ini juga dikonfirmasi soal pandangan terhadap penganut agama lain. Mereka disuguhkan pertanyaan apakah mahasiswa non Muslim dilarang mencalonkan diri sebagai ketua BEM kampus?

Calon BEM non Muslim

“Hasilnya, setuju (non Muslim dilarang mencalonkan diri sebagai ketua BEM) sebanyak 29 persen, tidak setuju 70 persen, dan tidak menjawab satu persen. Pertanyaan selanjutnya, apakah warga minoritas non Muslim sebaiknya tidak melakukan peribadatan di lingkungan mayoritas Muslim? Jawabannya setuju 16 persen, tidak setuju 83 persen, dan tidak menjawab 1 persen,” lanjutnya.

Masih berdasarkan hasil riset, sebanyak 51 persen responden memandang setuju undang-undang negara ini harus menggunakan hukum Islam. Sementara yang tidak setuju 47 persen, dan tidak menjawab 2 persen.

Namun, ada pandangan yang melegakkan dari responden terhadap dasar negara Pancasila. Responden yang mayoritas aktifis keagamaan Islam ekstra dan intra kampus juga memandang, ada 93 persen yang setuju bahwa Pancasila tepat menjadi dasar negara Indonesia, tidak setuju 6 persen, dan tidak menjawab satu persen.

Meskipun demikian, masih ada pandangan dari mahasiswa bahwa demokrasi bertentangan dengan syariah Islam. “Sebanyak 23 persen setuju sistem demorasi bertentangan dengan syariat Islam, tidak setuju 76 persen, dan tidak menjawab satu persen,” paparnya.

Kekerasan dan Kemungkaran

Sebanyak 35 persen responden juga setuju bahwa kelompok yang menyimpang dari ajaran agama Islam harus diusir, yang tidak setuju 63 persen, dan tidak menjawab dua persen.

Mereka juga masih ada yang berpandangan boleh menggunakan kekerasan untuk memerangi kemungkaran setuju 28 persen, tidak setuju 70 persen, dan tidak menawab dua persen.

Pada pembukaan seminar, Kepala Balitbang Agama Semarang Prof. Koeswinarno mewanti-wanti kepada semua pihak supaya menanggapi hasil riset ini dengan pemikiran jernih dan sehat.

Baca Juga  Stop Kriminalisasi Korban !

“Saya mewanti-wanti kepada semuanya dan peserta seminar ini, supaya mencerna hasil penelitian ini dengan sehat. Yakni menempatkan pada ranah hasil riset. Karena hasil riset ini sesuatu yang sangat sensitif, yakni soal keyakinan keagaman,” terangnya. [Cep/003]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini