Sejarah Gereja Katolik St Yusuf Gedangan, Semarang (2)

Jalan Bodjong (sekarang Jalan Pemuda), Semarang (Sumber: kitlv.nl)
Jalan Bodjong (sekarang Jalan Pemuda), Semarang (Sumber: kitlv.nl)

[Semarang –elsaonline.com] Saat Pastoor L Prinsen tiba di Semarang, ia menyaksikan sejarah yang cukup panjang. Jauh sebelum Pastoor datang, pada 2 Mei 1547 adalah hari jadi Kota Semarang, karena pada hari itu untuk pertama kalinya diangkat seorang regen bernama KI Ageng Pandan Arang II.

Regen pertama itu konon diangkat oleh Raja Demak, namun sejak 1613 kapal-kapal VOC mulai menjelajahi pantai utara Jawa. Sebelum sampai ke Semarang, perhatian mereka pertama-tama tertuju pada kota ukir Jepara. Maka mereka rebut Jepara dari tangan Portugis.

Demikian dalam buku “sejarah Gereja St Yusuf Gedangan” dalam rangka peringatan 125 tahun gedung gereja. Sejak 12 Desember 1875 hingga 12 Desember 2000, dituliskan. Tentang kedatangan VOC ke Jepara ini, pernah juga diungkapkan oleh Sejarawan Semarang Djawahir Muhammad.

“Sisa benteng Portugis sekarang masih bisa dilihat di kaki Gunung Muria. Tetapi orang-orang Kumpeni segera mengetahui bahwa Semarang terletak lebih strategis. Dari Semarang ada jalan ke selatan sampai di Kartosuro di mana VOC ingin mencari kontak dengan Susuhunan,” tulis buku itu.

Sebagai hasil diplomasi adu domba terhadap para penguasa Jawa, maka pada tahun 1667  Semarang sudah menjadi milik VOC. Mereka memonopoli perdagangan jatuh jatuh ditangan mereka. Sepuluh tahun kemudian Speelman membuat benteng dari tanah pinggir timur Kali Semarang.

Pada tahun 1690 gubernur pantai utara Jawa pindah dari Jepara ke Semarang. Dalam tahun itu mulai dibangun benteng lebih permanen berbentuk segi lima, yang oleh orang Belanda dinamakan “De Vijfhoek” dan baru selesai dibangun pada tahun 1708 silam.

Selanjutnya pada tahun 1741 sampai 1760 dibangun pula tembok-tembok mengelilingi daerah hunian orang-orang VOC. Namun kota Semarang segera berkembang di luar pagar itu. Sekitar pantai atau pelabuhan banyak terdapat orang Melayu dan Bugis atau Makasar yang bermukim.

Baca Juga  Dinamika Hubungan Yahudi, Kristen, dan Muslim di Amerika

Sebelah bagian barat Kali Semarang bertumbuhan perkampungan orang Jawa. Sementara perkampungan Tionghoa berkembang lebih ke selatan. Untuk hunian orang Belanda berkembang di daerah Bojong dan Randusari. Sekitar tahun 1753 di pusat kota lama dibangun Gereja Blenduk dengan gaya khas Belanda.

Pada tahun 1754 dibangun pula “Vredestein” sebagai istana kediaman Gubernur Nicolaas Harting yang sekarang juga masih berdiri.  Fungsi bangunan itu sebagai sayap barat dari Resideni Gubernur Jateng. Nama residensi itu adalah sekarang Wisma Perdamaian, terjemahan dari nama lama.

Inggris Datang

Dalam tahun kedatangan Pastoor Prinsen sedang dimulai pembangunan “De Grote Postweg”, yakni jalan Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan Jawa Timur. Pembangunan ini merupakan proyek dar GG Daendels untuk melindungi Jawa dari serangan Inggris.

Jalan post itu juga melalui Jalan Bojong yang sekarang Jalan Pemuda, Heerenstraat atau Jalan Jenderal Suprapto dan Karangbidara  yang sekarang Jalan Raden Patah yang merupaka bagian dari jalan besar. Pastoor Prinsen tinggal di Semarang dari tahun 1808 hingga 1828. Ia mengalami bagaimana pemerintah jatuh di tangan Inggris pada tahun 1811 yang kemudian pada tahun 1816 kekuasaan Belanda dipulihkan. Ia telah melihat benteng-benteng lama dibongkar pada tahun 1824. Pembongkaran ini terjadi tepat sebelum setahun sebelum terjadi Perang Diponegoro pada 1825-1830.

Dari pembongkaran itu sudah jelas bahwa orang Belanda sama sekali tidak menduga bahwa perang Diponegoro itu akan terjadi. Dalam perang itu Pangeran Diponegoro memimpin pihak Jawa dan Jenderal De Kock di pihak Belanda. Karena itu berbagai peristiwa besar di Semarang dialami oleh Pastoor pertama di Semarang itu.

Perkembangan Kota Semarang sangat pesat. Penduduknya kalan itu diperkirakan menacapai hingga 60 ribu jiwa. Sayangnya tak diketahui komentar Pastoor Prinsen atas peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Namun bisa dipahami, berbagai peristiwa tu tak menjadi halangan baginya untuk pembangunan umat Katolik. [elsa-ol/Cep-@Ceprudin]

Baca Juga  Problem Ke(tidak)setaraan Gender di Kampus
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Buka Bersama di Rumah Pendeta

Oleh: Muhamad Sidik Pramono Langit Salatiga Senin sore 18 Maret...

Tak Semua Peperangan Harus Dimenangkan: Tentang Pekerjaan, Perjalanan dan Pelajaran

Tulisan-tulisan yang ada di buku ini, merupakan catatan perjalanan...

Moearatoewa: Jemaat Kristen Jawa di Pesisir Tegal Utara

Sejauh kita melakukan pelacakan terhadap karya-karya tentang sejarah Kekristenan...

Bertumbuh di Barat Jawa: Riwayat Gereja Kristen Pasundan

Pertengahan abad ke-19, Kekristenan mulai dipeluk oleh masyarakat di...

Pengaruh Lingkungan Pada Anak Kembar yang Dibesarkan Terpisah

Anak kembar adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini