Status Penghayat Masih Menghambat Karier

[Cilacap –elsaonline.com] Budi Hardono, Ketua Presidium Badan Koordinasi Organisasi Kepercayaan (BKOK) Kabupaten Cilacap mengatakan bahwa mayoritas penghayat di Cilacap adalah petani dan nelayan. Sebagian kecil ada yang menjadi pedagang dan pekerja swasta, tetapi lebih sedikit lagi yang mejadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berbeda dengan pendapat Budi, menurut Basuki (Anggota BKOK Cilacap) mayoritas penduduk Cilacap bermatapencaharian sebagai kontraktor dan pekerja proyek. “Di daerah selatan sangat marak pekerjaan kontruksi maupun pertambangan yang menyedot tenaga lokal,” kata Budi kepada elsaonline, Minggu (8/6).

Ketika ditanya tentang generasi muda, sangat jarang diantara mereka yang menjadi PNS. Paling banter mereka bekerja di lembaga swasta ataupun kembali menjadi petani dan nelayan. Ada hal yang menarik dari penjelasan Budi, bahwa sebagain besar para kaum muda di Cilacap masih banyak yang berKTP kan agama. “Mereka kurang Percaya Diri (PD,) sehingga bagi yang ingin meneruskan studi ataupun bekerja di instansi tetap berKTP kan agama” ungkapnya.

Secara pribadi, Budi sendiri selalu memberikan motivasi agar anak muda penghayat tidak minder dengan statusnya. “Saya selalu mensosialisasikan tentang hakikat kedudukan penghayat di Indonesia. Semuanya kan sama dan diakui” ungkapnya. Sayangnya, prasangka tentang efek negatif dari identitas penghayat yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan lainnya, masih membayangi. “mereka yang bekerja di instansi seakan tidak akan berhasil apabila identitas penghayat mereka terungkap. Di dunia pendidikan bahkan ada yang trauma serta kuatir apabila akan terjadi gimana-gimana di sekolah karena mereka penghayat” tambahnya.

Ketika ditanya tentang PNS, menurut Budi hampir tidak ada yang berprofesi seperti dirinya. “Saya tidak pernah mendapatkan kesulitan dalam proses seleksi PNS. Semua berjalan wajar, bahkan hampir tidak pernah ada seorang penghayat yang menjadi Kepala Lapas seperti saya” bebernya. Pada saat seleksi Budi tidak sendiri, akan tetapi bersama dengan sahabatnya yang lolos juga, yaitu Supriyono yang sekarang menjabat sebagai Kepala Lapas di Lampung. “Kalau Supri memang dari akademik, adapun saya dari umum” ungkapnya.

Baca Juga  Toleransi dan Pertanyaan tentang Kesetaraan

Budi sangat menyayangkan dengan sikap para kaum muda penghayat yang tidak berani mendaftar PNS. “Kebanyakan orang tua mereka tidak mengetahui tentang hak-hak dan kewajiban penghayat sebagai warga negara. Akhirnya mereka harus mengorbankan identitas kepenghayatan” ungkapnya. “Oleh karenanya saya selalu mensosialisasikan dan terus mengajak penghayat untuk mengetahui berbagai regulasi yang menjamin hak-hak mereka terpenuhi.” Tambahnya.

Meskipun secara adminstratif Budi tidak merasakan ada ganjalan, akan tetapi dirinya menyadari bahwa ejekan dan cemoohan dari orang-orang sekitar tetap ada. “kalau masalah ejekan itu hal biasa, karena mereka belum terbiasa dengan perbedaan” ungkapnya. “Yang seperti itu saya anggap angin lalu, yang terpenting mereka ataupun atasan tidak melanggar aturan administrasi maupun hukum” tambahnya.

Selain masalah cemoohan, menurut Budi ada yang lebih mendasar yaitu masalah sumpah jabatan. Dirinya memaparkan pengalaman bahwa suatu saat petugas yang menyumpah tidak mengetahui harus bagaimana. Waktu itu Budi langsung bersumpah dengan caranya sendiri. “Saya beri pengertian bahwa sumpah itu adalah urusan pribadi dengan tuhannya, maka tidak ada kaitannya dengan orang lain” tuturnya. “Saya tentu tidak memakai kitab, karena saya tidak punya. Saat itu ya saya cukup dengan mencium bendera merah putih” tambahnya. “Meskipun saya berbeda dengan yang lain, toh saya tetap bisa menjadi pegawai negeri sipil dan tidak ada hambatan apapun. Bahkan secara administrasi hal itu tidak pernah dipermasalahkan” terusnya.

Menurut Budi, yang tepenting adalah bagaimana seseorang menjalankan amanah yang diemban. Terkadang sumpah itu hanya formalitas, oleh karenanya perlu ada kesungguhan dalam menjalankan. Dan itulah sesungguhnya substansi dari seseorang mengucapkan sumpah. [elsa-ol/Yayan-@yayanmroyani]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Buka Bersama di Rumah Pendeta

Oleh: Muhamad Sidik Pramono Langit Salatiga Senin sore 18 Maret...

Tak Semua Peperangan Harus Dimenangkan: Tentang Pekerjaan, Perjalanan dan Pelajaran

Tulisan-tulisan yang ada di buku ini, merupakan catatan perjalanan...

Moearatoewa: Jemaat Kristen Jawa di Pesisir Tegal Utara

Sejauh kita melakukan pelacakan terhadap karya-karya tentang sejarah Kekristenan...

Bertumbuh di Barat Jawa: Riwayat Gereja Kristen Pasundan

Pertengahan abad ke-19, Kekristenan mulai dipeluk oleh masyarakat di...

Pengaruh Lingkungan Pada Anak Kembar yang Dibesarkan Terpisah

Anak kembar adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini