Ingar-bingar sepak bola yang dipertontonkan masa kini, ternyata menyimpan sejarah teramat panjang. Perkembangan bola kian menjadi mesin pencetak uang, simbol kekuasaan, kasta dan segala pernak-perniknya. Bumbu-bumbu yang menjadikan sepak bola semakin sedap itu, ternyata ada sejak ribuan tahun silam.
“Sepak bola mula-mula diperkenalkan di China, sekitar abad ke tiga Sebelum Masehi (SM),” kata Koordinator Divisi Kajian Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Khoirul Anwar. Ia menyampaikan itu pada diskusi rutin eLSA bertema “Sepak Bola dalam Literatur Islam Klasik”, Selasa (27/5) malam.
Pada diskusi yang dihadiri para aktivis kampus di Semarang itu, Awang, sapaan akrabnya, mengupas isi kitab Inarotud Dujja, Haqiqatu Kurotil Qodami dan Kurrotul Qodami: Baynal Mashoolihi wal Mafaasid al-Syar’iyyat. Haqiqatu Kurrotul Qadami, kitab yang dikarang oleh Dziyab bib Saad Ali Hamdan al-Ghamidi,itu menjelaskan berbagai aspek yang berkaitan dengan sepak bola.
“ Permainan sepak bola hadir, awalnya digunakan latihan militer untuk berperang. Ada metodenya, bagaimana cara membaca gerakan serangan lawan dan sebaliknya untuk mematahkan serangan. Jadi yang memperkenalkan sepak bola pertama kali menurut kitab itu adalah tentara perang,” imbuh Anwar.
Menarik untuk disimak sejarahnya kehadiran sepak bola dalam kitab yang pertama terbit 1429 hijriyah itu. Melirik awal mula sepak bola ada, untuk latihan mengatur strategi menyerang, sekaligus mematahkan serangan. Zaman itu, hampir bisa dipastikan belum ada strategi permainan tiki-taka ala Barcelona.
Namun, spirit yang dibangun masa itu hingga kini masih sangat kental. Jurus menyerang, mematikan lawan dan memperdaya lawan adalah suatu yang mutlak dalam sepak bola hingga dewasa ini. Tak heran, jika strategi sepak bola banyak dipakai pula dalam dunia politik.
Kemungkinan karena sejarah itulah mengapa sepak bola saat ini tak lepas dari strategi politik, kekuasaan, kasta dan lainnya. Fakta-fakta sepak bola dewasa ini, yang penuh dengan lika-liku, merepresentasikan sejarah sepak bola.
Dari China, lanjut Awang, permainan sepak bola merambah ke berbagai negara seiring dengan peperangan. Seni permainan bola dipopularkan oleh tentara Salib dan Imigran. Bahkan penyebaran permainan sepak bola masuk dari negara-negara Yahudi ke negara Muslim.
“Sesudah memasuki tahun masehi, sepak bola dikenal di Britania Raya (Inggris), Romawi dan Yunani. Di Yunani permainan bola ditendang ke atas, diantara kedua kelompok pemain. Mereka saling berebut, lalu digiring ke Khottu Marma alias gawang,” paparnya.
Halal
Lalu bagaimana dengan hukum sepak bola? Untuk mengetahuinya, mahasiswa Jurusan Jinayah Syiasah, IAIN Walisongo ini mengutip dua kitab klasik yang khusus membahas sepak bola. Meskipun dengan referensi yang terbatas, namun cukup untuk mengetahui hukum sepak bola dalam perspektif fiqh Islam.
Dalam kitab lainnya Inaratud Dujja, sepak bola dengan tegas diharamkan. Vonis haram dari penjelasan kitab itu dengan alasan sepak bola mirip dengan kepala Husein, Cucunya Nabi Muhammad yang dipenggal lalu ditendang-tendang di padang Karbala. Dengan alasan itu, maka sepak bola diharamkan.
”Saya masih belum paham betul dengan kitab ini. Mengapa sepak bola disamakan dengan kepala Husein yang dipenggal lalu ditentang-tendang di (padang) Karbala. Bahkan, alasannya juga menyatakan, ketika orang main sepak bola sama dengan menghina keluarga Nabi,” sambungnya.
Argumen kitab ini memang tak rasional. Ada pendapat lain mengenai hukum sepak bola dari kitab sebelumnya. Dalam kita itu berpendapat, sepak bola sama sekali tidak salah. Hanya saja yang bermasalah adalah apa yang mengitari sepak bola. Seperti apa yang sekarang ini terjadi.
Sepak bola memang luar biasa. Selama ini permainan bola lebih menarik, tak memandang jenis kelamin, suku ras atau agama semua mencintai bola. Penggemar bola sangat paham dengan apa yang terjadi di luar lapangan, seperti judi, joki dan permainan skors demi meraup keuntungan.
”Itu yang sangat lumrah dipahami oleh penggemar bola. Bahwa sepak bola ternyata bisa merukunkan antar suku yang konflik, bisa membuat konflik itu terbukti. Sepak bola menjadi simbol perlawanan kaum proletar terhadap kaum borjuis itu semua sudah mafhum,” sambung, Direktur eLSA, Tedi Kholiludin.
Pernyataan Tedi kemudian disambung Awang. Ia sangat sepakat dengan pengharaman apa yang mengitari sepak bola. Termasuk apa-apa yang diungkapkan Tedi Sebelumnya. Karena perspektif kitab-kitab tersebut adalah fiqih, maka penekanan tentang hukum sepakbola menjadi sangat kuat. Bahkan dalam salah satu kitab dijelaskan semacam peringatan bagi para penggila bola. Karena keasyikan menonton dan bermain sepakbola, tak jarang hal tersebut merusak hubungan pribadi.
”Selama ini pengamat sepak hanya mengupas sepak bola dari sisi-sisi yang sangat popular, seperti kaum borjuis dan proletar. Dan saya sepakat. Namun ada yang belum dibahas, bisa saja apa yang mengitari sepak bola diharamkan, karena orang bisa putus pacaran hanya karena pasangannya menjadi penggemar bola sehingga salah satunya terabaikan. Jadi beruntunglah orang yang mempunya pacar yang tidak terlalu suka sepakbola seperti saya,” kelakarnya. [elsa-ol/cep-@ceprudin].