Menurut Dayat, demikian beliau akrab disapa, Banyumas merupakan wilayah yang menjadi sasaran utama penyebaran paham salafi, karena selama ini masyarakat Banyumas menjadi basis organisasi masyarakat (Ormas) Muhammadiyah yang konservatif. Penyebaran paham salafi kepada mereka lebih mudah ketimbang ke ormas lain seperti Nahdlatul Ulama (NU).
“Di wilayah-wilayah tertentu yang mereka punya basic itu mereka lebih mudah untuk mendekati misalnya dengan basic Muhammadiyah mereka akan mudah untuk masuk kesana. Makanya sebenarnya Muhammadiyah yang paling merasa kecolongan dengan perkembangan Islam salafi itu,” paparnya.
Di Desa tempat tinggal Abu Dujana terdapat madrasah yang berpaham salafi. Madrasah ini pernah mengharamkan upacara hormat kepada bendera. “Di madrasah itu jarang mengadakan upacara, kalaupun mengadakan hanya sebatas kepura-puraan supaya tidak dianggap sebagai sarang garis keras,” terangnya.
Selain melalui lembaga pendidikan penyebaran kelompok Islam radikal juga memanfaatkan masjid sebagai sarana untuk menyebarkan dakwahnya. Menurut Dayat, ada dua Desa di Kecamatan Kemranjen yang masjidnya sudah dikuasai oleh salah satu kelompok Islam salafi, yaitu di Desa Pageralang dan Desa Alasmalang.
“Masjid-masjid kita (nahdliyyin, red) banyak yang mereka itik-itik, padahal logonya jelas, mereka berani melakukan kegiatan mereka, bahkan door to door dalam menyampaikan misi visinya. Yang muncul di sini salafi wahabinya. Sampai sekarang Desa Kebarongan identik dengan Islam garis keras,” pungkasnya. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar_88]