Beragama Itu Mencari Ketenangan

Warga Sapto Dharmo sedang melakukan ritual sujudan di Sanggarnya
Warga Sapto Dharmo sedang melakukan ritual sujudan di Sanggarnya
[Brebes –elsaonline.com] Tidak seperti kebanyakan orang yang menganut agama tertentu karena didasarkan pada agama leluhurnya atau didikan lingkungan keluarga, Waras yang memiliki nama asli Wurjan memilih berpindah agama ketika agama yang dianutnya tidak dapat memberikan ketenangan diri dalam menghadapi problematika hidup.

“Sebelumnya saya menganut Islam, tapi selama itu saya tidak mendapatkan ketenangan dan kenyamanan dalam Islam. Setiap kali ada persoalan hidup saya tidak merasakan kenyamanan dalam agama yang saya anut, seperti ketika tidak memiliki duit untuk menafkahi keluarga, saya tidak merasakan tenang dalam Islam. Tapi dalam Sapto Dharmo saya dapat merasakan ketenangan dan kenyamanan. Kalau duit yang dimiliki hanya sedikit pun pikiran saya tetap merasakan tenang dan nyaman,” jelas Waras di kediamannya yang berhadapan dengan Musholla di RT 003 RW 006 Desa Sigentong Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes. (29/05/14)

Bagi pria kelahiran tahun 1952 itu, agama harus bisa memenuhi kebutuhan spiritual penganutnya. Artinya, agama dapat menjadi sumber harapan disaat penganutnya sedang susah dan memberi ketenangan disaat terjadi musibah. “Seseorang bisa saja tidak memiliki harta benda sedikit pun di tangannya, tapi jika agama memberikan kenyamanan maka hatinya akan tenang dan merasa kaya karena percaya kepada Yang Maha Penguasa,” tuturnya dengan santun.

Oleh karena itu menurut Waras, menganut agama harus benar-benar disesuaikan dengan hati nuraninya. Jika agama yang dianut tidak memberikan kenyamanan maka bukan menjadi persoalan yang perlu diperdebatkan jika seseorang memilih pindah ke agama lain yang dapat memenuhi tuntutannya.

Dalam keluarganya Waras menganut Sapto Dharmo hanya seorang diri. Istri, anak, menantu, cucu, dan kerabatnya yang lain beragama Islam. Pada masa-masa awal Waras menganut Sapto Dharmo semua kerabatnya termasuk istrinya menolak dengan keras, bahkan oleh anak dan cucunya Waras sempat diusir dari rumahnya. Tapi penolakan itu tidak pernah menggoyang keimanannya dalam memeluk Sapto Dharmo. Bagi Waras, agama yang sesuai dengan hatinya adalah Sapto Dharmo yang menurutnya memiliki ajaran-ajaran luhur.

Baca Juga  Menelan Pahit, Menyembuhkan Luka

“Menurut saya, Sapto Dharmo itu ya benar, bukan sesat, dan Sapto Dharmo itu ajarannya baik dan luhur. Pemerintah juga sudah mengizinkan kita menganut Sapto Dharmo,” terangnya.

Kendati meyakini Sapto Dharmo sebagai ajaran yang benar, tapi Waras tidak menganggap agama lain sesat. Bagi Waras, agama apapun baik, yang terpenting adalah sesuai atau tidak dengan hati penganutnya. “Kepercayaan itu untuk pribadi sendiri-sendiri, bukan untuk siapa-siapa. Yang memegang Islam juga baik, yang beragama hindu juga baik, Kristen juga baik. Sebab semuanya buat pegangan diri sendiri,” pungkasnya. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar_88]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...

Liquid Identity: Saat Identitas menjadi Sebuah Entitas Muas

Oleh: Muhamad Sidik Pramono (Mahasiswa Magister Sosiologi Agama Universitas...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini