[SEMARANG- elsaonline.com] Penghentian pembangunan mushola Ahmadiyah di Desa Kragilan, Kecamatan Mojosongo, Boyolali belum menemui kesepakatan. Dengan adanya pemberhentian, pembangunan tempat ibadah Jamaat Ahmadiyah ini terkatung-katung kurang lebih 10 bulan bulan.
Mubaligh Ahmadiyah Jawa Tengah Saiful Uyun mengatakan, karena Ahmadiyah butuh penjelasan akhirnya sebanyak enam orang perwakilan Ahmadiyah mendatangi Kantor Wakil Bupati (Wabup) Boyolali untuk berdialog. Dalam pertemuan tertutup itu, juga hadir bagian Kesra dan Kesbangpolinmas Pemkab Boyolali.
”Kamis (17/10/2013) lalu, kami bertemu dengan Bupati Boyolali. Hasil akhirnya adalah Camat Mojosongo harus menarik Surat Keputusan (SK) pemberhentian pembangunan mushola itu. Saya harap pak Bupati menyurati langsung Camat bahwa harus mencabut SK tersebut,” tegasnya, kepada elsaonline, pada peringatan hari HAM internasional di Semarang, Selasa (10/12/2013).
Dia menambahkan, selain mendesak Bupati supaya menyurati langsung Camat Mojosongo, pihaknya juga berniat akan mendatangi Camat Mojosongo. Menurut dia, persoalan pembangunan tempat ibadah yang berwenang memberikan memberikan izin atau menghentikan adalah urusan pusat.
“Hasil dari pertemuan itu kan disimpulkan bahwa Camat Mojosongo harus menarik SK itu. Karena yang berhak memutuskan urusan agama, termasuk penghentian pembangunan rumah ibadah itu kewenangannya ada di pusat. Sehingga camat tak berwenang mengeluarkan SK itu,” ujarnya.
Buntut dari itu, kata lelaki yang akrab disapa Uyun itu, hingga saat ini pembangunan mushola belum bisa dilanjutkan. Mereka merasa, bahwa dengan adanya SK itu menjadikan semacam ketakutan yang mendalam bagi Jamaat Ahmadiyah ketika hendak melanjutkan lagi pembangunannya.
“Hingga saat ini internal jamaat (Ahmadiyah) sendiri kami akui sedang ada ketakutan. Memang ada sebagian yang berani melanjutkan, namun ketika tidak kompak maju kan tak jadi. Ya karena dengan adanya SK itu sendiri, jika sudah dicabut mungkin jamaat berani melanjutkan lagi,” tandasnya.
Tak ada Larangan
Lebih lanjut, Uyun menyampaikan bahwa penghentian pembangunan mushola itu dinilai bertentangan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Tentang Ahmadiyah. Menurutnya, dalam SKB itu sama sekali tak melarang Ahmadiyah untuk shalat dan mendirikan masjid.
“Apa sih aturan yang melarang kami membuat tempat ibadah. Dalam SKB tiga menteri itu juga tak memuat larangan. Kami akan lakukan sesuai prosedur, jika harus memakai IMB (Izin Mendirikan Bangunan) maka okelah akan kami urus semua perlengkapannya,” ujarnya.
Seperti yang telah diberitakan elsaonline sebelumnya, penghentian pembangunan musola karena mendapat surat dari Camat Mojosongo yang khawatir bakal menimbulkan suasana tidak kondusif. Surat itu terbit sekitar bulan April 2013 lalu. Sehingga sejak itu pembangunan dihentikan.
Seperti dilansir Soloraya Online, yang langsung memberitakan soal ini langsung usai pertemuan antara wakil Bupati Boyolali denga Jamaat Ahmadiyah menyebutkan, pembangunan mushola dilakukan di area pekarangan rumah milik Purwo Prayitno (88), warga setempat.
Sebelum dihentikan, pembangunan telah memasuki tahap pendirian tembok. Kayu kayu yang menjadi pintu dan jendela juga telah terpasang. Luas bangunan sekitar 5×5 meter persegi.
“Semula yang datang meminta pembangunan dihentikan adalah para punggawa desa,” kata Purwo Prayitno saat ditemui di rumahnya oleh media Soloraya Online, Kamis (17/10/2013). Setelah itu, datang surat dari Camat yang meminta pembangunan dihentikan.
Purwo Prayitno sendiri telah mewakafkan tanah yang menjadi tempat dibangunnya mushola. Atas persoalan penghentian pembangunan mushola, sepenuhnya diserahkan kepada pimpinan Ahmadiyah. Terpisah Wakil Bupati Agus Purmanto mengatakan, pendirian sebenarnya tidak masalah. “Namun prosesnya harus sesuai ketentuan yang berlaku,” pungkasnya, singkat. (elsa-ol/Ceprudin)