Dadapsari Bukti Keberagaman Penduduk Semarang

Menara, Masjid Menara yang terletak di Jalan Layur tampak menjulang tinggi. Masjid ini dibangun oleh keturunan Arab yang singgah di Kota Semarang ratusan tahun silam
Menara, Masjid Menara yang terletak di Jalan Layur tampak menjulang tinggi. Masjid ini dibangun oleh keturunan Arab yang singgah di Kota Semarang ratusan tahun silam

[Semarang – elsaonline.com] Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara terkenal dengan Kampung Melayu. Biasanya kata Melayu dialamatkan dengan etnis yang berasal dari semenanjung Malaya. Namun di Semarang kata Melayu untuk menyebut sebuah kampung dengan penduduk beragam etnis.

Kelurahan yang tak jauh dari Pasar Johar ini bisa disebut sebagai heritage (peninggalan sejarah) perjumpaan berbagai etnik di Semarang. Gambaran multietnik itu ditunjukkan dengan warga yang beragam. Meskipun penduduknya dominan asli Jawa, namun juga ada etnis Madura, Banjar, China, Koja, dan Arab.

Keberagaman etnis Kelurahan Dadapsari sudah banyak dikupas melalui tulisan pendek maupun penelitian akademis. Ragam tulisan itu mungkin bisa sedikit menggambarkan sisa-sisa sejarah perjumpaan banyak etnik di Kota Semarang.

Akan sangat lebih terasa, jika pembaca berkunjung ke kelurahan yang terkenal cukup tua ini. Untuk merasakan eksotisme keberagaman kelurahan ini, wartawan elsaonline berkunjung pada, Sabtu (1/3) setelah sebelumnya menemui beberapa orang ketururnan Arab di kampung ini.

Untuk menjelajahi kelurahan yang banyak terdapat gudang-gudang ini, dari ujung Jalan Pemuda ambil kiri. Tepatnya, di pertigaan Pasar Johar anda bisa ambil kiri menghindari jalan satu arah dan masuk ke perkampungan setelah melintasi rel kreta api.

Jika dari jalan ini (karena bisa memasuki Kelurahan Dadapsari dari arah selatan yakni Kelurahan Tanah Mas) akan langsung menjumpai Jalan Layur. Jalan ini, setahun lalu (sekitar Mei 2013) selalu tergenang rob. Namun saat ini jalan sudah ditinggikan dengan program pavingisasi.

Jalan inilah yang merupakan saksi bisu perjumpaan ragam etnis di Kota Semarang. Di Ujung Timur Jalan Layur Kampung Lekong Sop terdapat sebuah Klenteng. Keberadaan Klenteng ini nyaris tak dibahas dalam tulisan-tulisan yang meneritakan kelurahan yang dijuluki kampung Melayu dan Kampung Arab ini.

Baca Juga  Peringati Nyepi, Pemuda Hindu Mempermuda Diri

Entah dibangun pada tahun berapa, jelasnya Klenteng ini berada di perkampungan yang penduduknya terdapat ragam etnis. Sekitar lima atau empat meter dari Klenteng ini terdapat toko peralatan nelayan yang dimiliki oleh warga etnis China. Toko ini konon terbilang paling tua di Kota Semarang bahkan di Jawa Tengah.

Pelanggan toko ini tak hanya dijujugi oleh warga Semarang. Namun nelayan dari berbagai wilayah di Jateng seperti Tegal, Cilacap, Rembang dan Blora juga menjadi berlangganan di toko ini. Terdapat dua toko yang cukup besar dan masing-masing mempunyai pelanggan tetap.

Masih di Jalan Layur, arah barat dari toko alat nelayan ini terdapat Masjid Kuno, tak lain Masjid Menara yang sudah banyak tulisan membahasnya. Masjid ini konon dibangun oleh warga keturunan Arab yang pertama kali singgah dan menetap sementara di Kota Semarang .

Hingga kini, sisa-sisa kejayaan Masjid ini masih ada dengan menara yang menjulang tinggi itu. Tak jauh dari masjid ini arah ke utara, terdapat Kali Semarang yang merupakan akses perdagangan masa lampu dari berbagai negara. Sehingga persinggahan paling dekat para pedagang kala itu Kelurahan Dadapsari.

Untuk mengetahui persinggahan pertama orang arab di Semarang, penulis salah satu keturunan Arab marga al-Jufri yang tinggal di Kampung Pranakan. Ia adalah Hasan Novel al-Jufri. Namun, dia tak bisa menjelaskan banyak soal awal mula terjadinya persinggahan bangsa arab di Dadapsari itu.

Namun, dia sedikit bercerita soal masjid kuno yang ada di sebelah utara Jalan Layur. Masjid itu dinamakan Masjid Menara yang kini menjadi saksi bisu awal mula perjumpaan bangsa Arab dengan orang Jawa.

Konon masjid yang dilengkapi dengan menara tinggi itu dibangun ratusan tahun silam oleh bangsa Arab yang sedang berdagang ke Semarang. ”Menurut cerita tujuan utama kedatangan bangsa arab di Semarang untuk berdagang. Kemudian mereka bermukim meskipun awalnya hanya sementara,” kata Hasan.

Baca Juga  Mudik dan Lebaran Sebagai Pribumisasi Idul Fitri
Mesjid di Kampung Melayu tahun 1900an (Sumber: kitlv.nl)

Hasan mengatakan, sejak sekitar tahun 2000 banyak keturunan Arab yang pindah rumah dari Dadapsari karena kediamannya terkena rob. Di belakang rumah Hasan, terdapat sisa satu bangunan tua yang masih tersisa bekas temboknya yang sudah hancur.

Dia pun tak bisa menjelaskan lebih banyak soal tentang sejarah awal persinggahan itu. Karena ada yang lebih tua (tentunya lebih paham-red) ia menyarankan untuk bertemu dengan seorang sesepuh keturunan Arab bernama Abdullah Mutahar. [elsa-ol/Cep]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...

Liquid Identity: Saat Identitas menjadi Sebuah Entitas Muas

Oleh: Muhamad Sidik Pramono (Mahasiswa Magister Sosiologi Agama Universitas...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini