Sukoharjo, elsaonline.com – Dua kali disegel, sebuah kapel di Dukuh Ngrayapan, RT 03/RW 06, Desa Gadingan, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dibuka kembali. Dua kali aksi penyegelan itu terjadi dalam rentang waktu dua tahun yakni pada tahun 2015 dan April 2017 lalu.
Berdasarkan penuturan salah satu Pengurus Kapel ST. Ignasius Wilayah Ngrayapan, Rustadi, dua kali penyegalan itu dilakukan nama ormas yang berbeda. Meskipun aktornya sama. Kelompok yang melakukan penyegelan pada 2015 Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS). Sementara pada tahun 2017, mereka mengatasnamakan Laskar Hisbullah.
Rustadi bercerita, pada awal 2015 salah seorang warga yang mengaku anggota LUIS dengan inisial P, melakukan protes terhadap jemaat kapel dengan alasan terganggu. Namun protes itu tak terlalu ditanggapi serius oleh pengurus kapel, karena selama ini warga sama sekali tidak merasa terganggu.
Kemungkinan karena diabaikan, lanjut Rustadi, P kemudian mendatangi salah satu pengurus dan mengancam akan mendatangkan laskar untuk menutup kapel. “Hati-hati kalau terjadi apa-apa jangan salahkan saya, nanti akan saya datangkan laskar kesini,” kata Rustadi, menirukan ucapan P kala itu.
Dukungan Warga
Pengurus kapel yang merasa sudah mendapatkan dukungan dari warga tetap melakukan ibadah seperti biasanya. Pengurus kapel juga menilai, P bukan asli kelahiran Ngrayapan sehingga dianggap tidak mengetahui keharmonisan yang sudah terjalin lama.
P merupakan penduduk asal Kabupaten Wonogiri yang kemudian pada sekitar tahun 2000-an berpindah dan menjadi penduduk tetap Sukoharjo. Kebetulan, rumah P berdekatan dengan kapel. Sayang, saat penulis hendak mengunjungi rumah P, yang bersangkutan tak ada di rumah.
Penolakan P terus berlanjut, hingga pada 2015 ia menyegel bangunan kapel dengan alasan tak memiliki ijin mendirikan bangunan (IMB). P memasang tiga batang kayu dan spanduk bertuliskan bangunan “kapel gereja ini di segel karena tidak memiliki ijin”. Karena disegel, kapel sempat fakum hampir dua tahun. Selama dalam penyegelan, jamaat kapel ibadahnya dialihkan ke rumah-rumah jemaat setempat secara bergilir.
Mantan Ketua Kapel ST. Ignasius, Waluyo Mikael, membenarkan kejadian tersebut. Namun sebagai ketua, pada waktu itu, ia mengajak para jemaat untuk tetap beribadah di kapel dengan membuka segel. Setelah segel berhasil dibuka akhirnya kapel bisa berfungsi kembali dan berjalan sekitar dua tahun.
Selama dua tahun penggunaan kembali kapel tidak ada satu wargapun yang menolak atau memprotes penggunaan kapel tersebut. Bahkan memang, sejak awal berdiri kapel ini memang warga setempat tidak ada yang mempermasalahkan. Sejak umat Katolik mendirikan kapel pada tahun 1998 silam, warga tetap harmonis.
Tidak Keberatan
Menurut pengakuan salah satu warga setempat, Yanto, sebagai orang Islam pihaknya tidak merasa keberatan dengan adanya kapel tersebut. “Saya orang Islam dan saya tidak merasa keberatan dengan kegiatan umat Katolik di kapel itu, malah jadi rame kok mas,” kata salah satu warga Ngrayapan itu saat ditemui, Senin, 09 Oktober 2017 lalu.
Namun, pada April 2017 lalu P kembali melakukan penolakan. Kali ini ia bersama dua orang temannya yakni Ustadz S yang merupakan Imam Masjid Istiqomah di Desa Ngrayapan, dan I sebagai bendahara RT 03.
Pada 9 April 2017, P mendatangi kapel dan mengancam pengurus yang ada di dalam kapel. Menurut pengurus kapel Sutardi, P akan menutup kembali kapel tesebut jika terus digunakan untuk kegiatan. P mengancam akan membawa Pasukan Hizbullah jika peringatannya tidak diindahkan. Pada waktu itu pengurus sedang disibukkan dengan persiapan acara Paskah pada tanggal 12 April 2017.
Puncaknya pada 11 April pukul 19.00 WIB, P bersama puluhan pasukannya yang mengatasnamakan Hisbullah membawa spanduk bertuliskan “bangunan kapel gereja ini di segel karena tidak memiliki ijin”. P bersama pasukannya itu memasang spanduk di muka pintu serta menyegelnya dengan tiga batang kayu besar.
Batal Paskah
Akibat penyegelan itu, pengurus kapel yang sudah diketuai Robertus Agus Tri Haryanto, memilih membatalkan penggunaan kapel untuk acara Paskah. Ketua kapel kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Ketua RT dan Kepala Desa Gadingan. Untuk selanjutnya Agus mengurus pembukaan segel ke Kemenag Sukoharjo dan FKUB Sukoharjo.
Merespon laporan itu, pada 20 Mei 2017, Kepala Desa Gadingan mengundang Kemenag, FKUB, Kapolsek, Koramil, Ketua RT, Ketua RW, Pengurus Kapel dan kelompok yang menyegel. Semua pihak itu didudukan bersama untuk melakukan audiensi di Kantor Kepala Desa.
“Dalam pertemuan itu menemukan kata sepakat untuk membuka segel dan mempersilahkan kepada umat Katolik untuk menggunakan kapel. Dengan syarat, pengurus kapel segera mengurus IMB agar tidak ada lagi masa yang mempermasalahkan tempat ibadah tersebut,” tutur Waluyo Mikael.
Akhirnya, kepala desa didampingi perwakilan dari Kemenag, FKUB, Kapolsek, Koramil, Ketua RT, Ketua RW dan disaksikan oleh seluruh warga Ngrayapan pada tanggal 22 Mei 2017, segel dibuka. Hingga sekarang, Kapel sudah bisa digunakan seperti biasa jemaat Katolik di Desa Gadingan. Sementara pengurus kapel terus melengkapi berkas penerbitan IMB. [Idoz/003)