Jateng Butuh Kebijakan Pro-Toleransi di Sekolah

Semarang, elsaonline.com – Yayasan Pemberdeyaan Komunitas (YPK) ELSA Semarang merekomendasikan supaya Pemprov Jateng membuat kebijakan pro-telransi di sekolah. Rekomendasi itu merupakan tindak lanjut dari catatan laporan tahunan kemerdekaan beragama dan berkeyakinan di Jateng 2020.

Dalam catatan laporan tahunan ELSA 2020, terdapat dua kasus yang berbau intoleransi di sekolah. Keduanya pemaksaan mengenakan hijab dan penolakan calon seorang guru atas dasar agama.

“Sayangnya konten berita penolakan calon seorang guru atas dasar agama, hilang dari internet. Namun judulnya masih tertera, meski ketika dibuka sudah tidak ada isinya,” kata Koordinator Advokasi dan Pemantauan YPK ELSA Semarang, Ceprudin, pada launching laporan tahunan KBB di Jateng 2020, di kantor ELSA, 15 Februari 2021.

Ceprudin menambahkan, ELSA sudah melakukan pemantauan isu intoleransi di sekolah sejak 10 tahun terakhir. Hasilnya, tak sedikit kasus diskriminasi dan intoleransi terjadi di lingkungan pendidikan. Pelakunya baik guru agama juga sesama siswa.

“Sejak 2011, kami mencatat beberapa kasus berbau intoleransi di sekolah. Ada di Kota Semarang, Kudus, Pekalongan, juga di Brebes. Waktu itu, kami sudah menduga akan ada bom waktu jika tidak ada kebijakan kongkrit dari pemerintah untuk menanggulangi potensi intoleransi di sekolah. Dan tahun ini terbukti,” tukasnya.

Selain dua kasus intoleransi di lingkungan pendidikan, ELSA juga mencatat peristiwa lainnya yang berbau KBB di Jateng. Selama 2020, terjadi peristiwa penolakan logo HUT ke-75 RI oleh Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) Solo, seorang siswi SMA Negeri 1 Gemolong, Sragen, diteror karena tidak mengenakan jilbab, penolakan perayaan Asyuro Syiah di Semarang.

Kasus lainnya adalah penolakan gereja Mojolaban, Sukoharjo, penyerangan acara Midodareni di Solo, dan MUI Persoalkan Olahan Daging Babi di Halal Food.

Baca Juga  Ngaji Filsafat di Bulan Penuh Rahmat

“Selain kasus KBB, kami juga mencatat peristiwa terorisme di Jateng. Hemat kami Jateng masih “zona merah” terorisme. Selain terbongkarnya 12 lokasi tempat latihan kader teroris, sedikitnya ada 23 terduga teroris yang ditangkap di Jateng selama 2020,” lanjut Ceprudin.

Ketua YPK ELSA Tedi Kholiludin menambahkan, ELSA dalam menyuguhkan laporan tahunan selalu mencatat kemajuan pemenuhan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Jateng. Elsa merasa penting untuk merekam setiap peristiwa-peristiwa dimana ekspresi kebebasan beragama dan berkeyakinan dilindungi negara.

Negara Hadir

Potret ini menjadi bukti negara hadir dan tidak selamanya abai dalam pemenuhan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Selama 2020, sedikitnya ada tiga tindakan negara yang dalam hemat ELSA begitu berarti bagi kelompok minoritas dalam menajalankan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Ketiganya yakni Walikota Semarang menerbitkan IMB Gereja Baptis Indonesia (GBI) Tlogosari, Polda Jateng dan Polres Solo berhasil menangkap dan memproses hukum pelaku penyerangan acara Midodareni di Solo, dan Polda Jateng dan Polres Semarang mengamankan acara peringatan asyuro Jemaat Syiah.

“Berkat hadirnya negara, hak-hak dasar mereka terlindungi,” kata Tedi

Pada kesempatan itu, hadir sebagai narasumber dari Wahid Foundation Alamsyah M Djafar. Ia banyak memberi informasi menarik terhadap catatan laporan ELSA. Menurutnya, intoleransi di sekolah yang terjadi selama ini ada korelasi erat dengan semangat sejarah perumusan UU Sisdiknas.

“Waktu itu ada perbedaan pendapat yang cukup sengit antar dua kelompok. Dimana ada kelompok yang ingin menciptakan situasi sekolah lebih religius dan ada kelompok yang ingin sekolah itu untuk belajar dan perbaikan karakter. Ini terjadi ketika perumusan undang-undang Sisdiknas,” katanya.

Penelitia senior Wahid Foundation ini juga juga mengapresasi yang dilakukan FKUB Jateng dan elemen ormas di Jateng. Hematnya itu turut mewarnai kondisi toleransi di Jateng.

Baca Juga  Ganjar “Malu” Atas Percobaan Perusakan Gereja di Purworejo

Piagam Watugong

Ketua FKUB Jateng Taslim Syahlan banyak tentang Piagam Watugong. Piagam ini merupakan kesepakatan semua elemen di Jateng untuk terus mewujudkan kondisi toleransi di Jateng.

“Kami melakukan bersama-sama untuk mewujudkan Jawa Tengah yang toleran. Kami awali dengan mengadakan Piagam Watugong. Piagam Watugong ini kami sepakati semua unsur agama dan kepercayaan,” katanya.

Setelah ada Piagam Watugong itu, lanjut Taslim, mereka roadshow ke daerah-daerah, sosialisasi Piagam Watuong untuk memelihara toleransi. Di lapangan menjumpai dinamika yang menarik dan menantang. Ya salah satu tantangannya kita berhadapan dengan PBM 2 Menteri, dimana menghambat dan bahkan cenderung menjadi legitimasi untuk melakukan intoleransi.

“Namun, berkat semua pihak, semua elemen yang tergabung di Pelita dan FKUB, kami alhamdulillahnya apa yang kami lakukan ada buah manisnya bagi kelompo-kelompok yang terdiskriminasi,” katanya. ELSA

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini