Kedepankan Tenggang Rasa Hasilkan Hubungan Harmonis

 Memandu: Aktivis Inspirasi Lukas Awi Tristanto memandu diskusi pada temu wicara generasi muda lintas agama "perbedaan itu indah" Hotel Grifta Kudus, Kamis (20/8/15). Foto: Ceprudin

Memandu: Aktivis Inspirasi Lukas Awi Tristanto memandu diskusi pada temu wicara generasi muda lintas agama “perbedaan itu indah” Hotel Grifta Kudus, Kamis (20/8/15). Foto: Ceprudin

[Kudus -elsaonline.com] Supaya tercipta hubungan yang harmonis antar agama dan kepercayaan, penting mengedepankan sikap tenggang rasa. Sikap keseharian dalam bergaul dengan teman yang berlainan agama harus pandai menjaga perasaan.

“Dalam bergaul, kita harus melek dengan ajaran teman-teman yang berbeda agama atau ajaranya,” kata aktivis Inspirasi Lukas Awi Tristanto pada temu wicara generasi muda lintas agama “Perbedaan itu Indah” Hotel Grifta Kudus, Kamis (20/8/15).

Menurutnya, sikap memahami ajaran agama orang salah satu syarat terwujudnya perdamaian. Ia mencontohkan perbedaan hukum agama dalam masalah makanan. Berawal dari makanan, kondisi perdamaian bisa terusik.

“Misal, soal makan babi, seharusnya teman-teman yang agamanya membolehkan memakan babi, jangan makan babi di depan teman kita yang Muslim yang mengharamkan makan babi. Jadi kita harus menghargai keyakinan ajaran yang lain,” sambung Awi yang juga beragama Katolik.

Selain soal menghargai ajaran, Awi juga menekankan supaya dialog antar agama tidak semata sebatas persoalan teologi. Namun, katanya, generasi muda lintas agama penting untuk berjuang bersama untuk melestarikan alam.

Lahan Subur
“Saat ini alam dirusak dengan demikian hebatnya. Tanah pertanian penuh dengan pestisida. Lahan subur menjadi kompleks perumahan. Ini merupakan pekerjaan kita bersama. Ajaran untuk menghargai alam itu tidak hanya ada dalam agama Katolik, tapi juga oleh semua alam,” tuturnya.

Pergeseran dialog ini dirasa lebih realistis dengan kondisi masalah bangsa. “Dialog juga tidak seputar agama atau teologi. Dialog-dialog yang dibangun harus lebih realistis, seputar persoalan alam, juga penting untuk dibicarakan oleh generasi muda lintas agama,” tandasnya.

Salah satu peserta dari perwakilan dari Ansor Kabupaten Kudus Habib memberikan tanggapan atas upaya pelestarian alam. Mata air yang ada di Gunung Muria, katanya, sudah tidak sesubur waktu dulu. Kondisi itu disebabkan karena sumber air dieksploitasi dengan cara diambil airnya oleh tangki-tangki besar.

Baca Juga  Hilangnya Tradisi Berbuka Puasa di Gereja

“Air di Gunung Muria banyak diambil oleh tangki-tangki besar. Akibatnya air terjun Montel yang ada di Gunung Muria sudah tidak indah lagi. Ini mohon bagaimana solusinya dari pemerintah,” papar Habib. [elsa-ol/@ceprudin/004]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Nahdlatul Arabiyyah Semarang: Jejak Keturunan Arab yang Terlupakan (Bagian Pertama)

Oleh: Tedi Kholiludin Pertumbuhan organisasi keturunan Arab di Hindia Belanda...

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini