Oleh: Tedi Kholiludin
Pemilihan Paus atau yang biasa disebut dengan Konklaf merupakan salah satu prosesi yang penting dalam tradisi Gereja Katolik Roma. Konklaf atau conclave sendiri berasal dari Bahasa Latin, Cum: dengan dan Clavis: Kunci. Dengan kunci bisa diartikan bahwa prosesi ini bersifat tertutup.
Sejak digunakan pertama kali pada Juli 1274, pimpinan tertinggi umat Katolik di dunia dilakukan melalui sebuah pertemuan para kardinal yang tertutup di Kapel Sistina (dalam sumber lain ditulis Sixtina). Tidak ada alat komunikasi yang boleh digunakan peserta konklaf. Jika ada salah satu peserta pemilihan membocorkan apa yang terjadi di dalam, maka mereka harus siap diekskomunikasi.
Pertemuan para orang suci untuk memilih pemimpin 1,2 milyar penganut Katolik dunia itu menjadi sebuah potret menarik. Orang barangkali akan banyak bertanya, tidakkah sebaiknya seorang pemimpin itu dipilih seluruh rakyat laiknya presiden?
***
Saya dulu pun berpikir demikian. Tidakkah lebih baik jika seorang pemimpin tertinggi sebuah komunitas adalah orang terbaik hasil pilihan anggotanya. Karena dengan begitu, ia memilih seseorang yang akan jadi pimpinan baginya. Dalam diri seorang pimpinan, ada titipan kepercayaan dari warganya.
Hanya saja, model pilihan pemimpin seperti konklaf juga menyiratkan pesan penting. Tidak semua hal yang berkaitan dengan urusan agama harus diserahkan pada seluruh umat. Apalagi dalam konteks kepemimpinan gerejawi yang hierarkis. Ada kalanya, umat dengan segenap kesadaran, menyerahkan urusan-urusan “yang sakral” kepada “orang-orang suci”. Biarlah itu kemudian menjadi bahan percakapan diantara mereka, orang-orang suci tersebut.
Domain tentang agama dan seluk beluknya, karenanya ada dalam otoritas pemimpin agama; Romo, Pastur dan Paus. Bukan berarti umat atau intelektual Katolik tidak boleh berbicara tentang Kekatolikan, tetapi bedanya adalah pada otoritas tadi. Dari sisi pengetahuan, bisa saja awam lebih mumpuni atau horisonnya luas ketimbang Romo atau Pastur. Tapi, mereka berbicara Katolik sebagai objek ilmu. Sementara apa yang disampaikan oleh para Romo adalah Katolik sebagai iman.
Konklaf adalah sebuah prosesi sakral untuk memilih pemimpin Gereja Katolik. Karena yang menjadi tujuannya melahirkan pimpinan tertinggi gereja, maka orang-orang yang memiliki otoritas sajalah yang berhak hadir disana. Situasinya jadi berbeda jika agendanya adalah pemilihan Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Tak perlu ada kualafikasi dan kepemilikan otoritas agama disini.
***
Hidup para Romo sepenuhnya diabdikan untuk Tuhan melalui pelayanan-pelayanannya kepada manusia. Melayani manusia untuk memuliakan Tuhan. Karena begitu sakral fungsinya, maka mereka mendapatkan amanat untuk memilih sesamanya sebagai pimpinan mereka dan seluruh umat.
Habemus Papam