[Kudus-elsaonline.com]Mewujudkan toleransi antar umat beragama dengan sejati tak cukup membaca buku khususnya bagi akademisii, tapi perlu berinteraksi secara langsung dan periodik antar umat beragama. Dalam rangka membumikan toleransi tersebut Komunitas Lintas Agama dan Kepercayaan Pantura (Tali Akrap) bersama mahasiswa STAIN Kudus menyelenggarakan dialog dengan umat Budha di desa Kutuk, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, 17 Oktober 2015.
Moh.Rosyid selaku koordinator Tali Akrap menuturkan bahwa Desa Kutuk dipilih sebagai lokasi dialog, karena selama ini kehidupan toleransi antar umat beragama di desa ini terjalin dengan baik, hal ini sebagai contok riil praktik toleransi yang ada di akar rumput.
“Potret bertoleransi antara muslim dengan buddha terwujud, seperti saling bertandang tatkala Perayaan 1 Syawal. Begitu pula muslim menghadiri doa kematian dan melayat tatkala umat Buddha meninggal dunia,” jelas Bapak yang sekaligus Dosen di STAIN Kudus.
Acara juga diisi pemaparan sejarah tumbuh dan berkembangnya agama Buddha di Desa Kutuk oleh Romo Pandita Suparno. Agama Buddha di Kutuk eksis sejak tahun 65-an. Pada tahun 1967 didirikan wihara Buddha Shanti dan tahun 1994 didirikan wihara Vajra.
Dalam cerita rakyat, ada seorang yang kehilangan isteri. Ia mencari melalui paranormal. Dalam proses pencarian, ia memasuki gua yang dalam kondisi setengah mimpi melihat patung sang Buddha, ia bertanya pada paranormal, siapa itu? dijawab sang paranormal: patung itu pada saatnya nanti akan ada di desamu, Kutuk. Tak lama berselang, tumbuhlah agama Buddha.
“Pada tahun 1968 tokoh Desa Kutuk datang ke Wihara di Semarang untuk berkonsultasi akan mendirikan wihara. Disarankan, agar berkoordinasi dengan sesepuh umat Buddha yang telah ada di Desa Ploso, Kudus,” tambah Romo Pandita Suparno.
Di akhir acara Rosyi berharap acara ini bisa memberikan pelajaran kepada masyarakat tentang proses pembauran antar masyarakat, dan juga sebagai upaya mengurangi kesenjangan, kecurigaan, dan bisa menjauhkan masyarakat dari konflik antar umat beragama.
“Konflik umat beragama dipicu karena jarangnya interaksi dan mudahnya tersulut karena tidak saling mengenal,” tutup Rosyid. [elsa-ol/Ubed-@UbbadulAdzkiya/003]