Laporan ELSA 2021, Praktik Intoleransi Meningkat di Jawa Tengah

Semarang, elsaonline.com Tren kebebasan beragama di Provinsi Jawa Tengah sepanjang 2021 masih menunjukkan sisi negatif. Berdasarkan hasil penelitian dari Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, ada 10 kasus menonjol yang disorot selama tahun tersebut.

Jumlah tersebut meningkat dibanding periode sama tahun 2020 yang hanya ada enam kasus pelanggaran. Namun seperti tahun sebelumnya, mayoritas pelanggaran yang terjadi masih didominasi penolakan terhadap kegiatan berbasis agama. Di samping itu, pelanggaran terhadap penghayat kepercayaan juga masih terjadi.

“ Diperlukan usaha dari seluruh stakeholder untuk menuntaskan kasus intoleransi. Korban butuh didampingi NGO dan kebijakan dilakukan oleh pemerintah,” ujar Direktur Elsa Semarang, Ceprudin, di Semarang, Senin (21/2/2022).

Elsa Semarang juga mencatat kasus terorisme menurun dari 22 kasus menjadi 17 kasus dengan lokus kasus berada di Kota Semarang, Karesidenan Solo dan Banyumas.


Pelayanan Adminduk Penganut Bahai

Lembaga eLSA sendiri meluncurkan laporan tahunan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Hotel Siliwangi, Senin pagi tadi. Hadir dalam kesempatan itu Ketua FKUB Jawa Tengah Taslim Syahlan dan Penganut Baha’i Aditya Dwi Mulyono.

Perwakilan Baha’i Aditya Aditya mengungkapkan kolom agama pada kartu tanda penduduk diisi dengan strip atau dikosongkan. Selain urusan KTP, perihal pernikahan juga belum mendapatkan restu pada dinas setempat yang berdampak pada anak.

“Tertulisnya di rapot anak hanya ibu, sedangkan suami tertulis anggota famili lain. Menjadi masalah saat mendaftar sekolah,” ungkapnya.

Penganut Baha’i juga terdampak UU Sisdiknas kala mendaftar di sekolah karena mengharuskan untuk menganut agama resmi agar mudah diterima.

“Awalnya diterima dan difasilitasi pendidikan agama Baha’i. Berjalan satu semester lebih, timbul perselisihan terpaksa diberhentikan. Pada akhirnya diharuskan mengikuti agama yang resmi,” tuturnya.

Baca Juga  Gus Mus: Welas Asih itu Ruh NU

Ketua FKUB Taslim Syahlan membuka pintu seluas-luasnya duduk bersama untuk membuka dialog dan silaturahmi kebangsaan karena lembaga ini berdiri sendiri dan tidak terkooptasi oleh majelis agama-agama tertentu, suara FKUB tidak boleh diatur pihak tertentu,

Taslim mengingatkan bahwa negara harus mengakomodir dan memfasilitasi warga negaranya untuk pelayanan administrasi tanpa melihat agama atau penghayat.

“Urusan KTP yang masih ditulis strip (-) untuk teman-teman penghayat agama Baha’i. Negara harus menyediakan agar tidak menimbulkan permasalahan,” ungkapnya. (Reporter Luthfi)

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Nahdlatul Arabiyyah Semarang: Jejak Keturunan Arab yang Terlupakan (Bagian Pertama)

Oleh: Tedi Kholiludin Pertumbuhan organisasi keturunan Arab di Hindia Belanda...

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini