Mengulurkan Tangan Kepada yang Rentan: Renungan Natal

Oleh: Tedi Kholiludin (Direktur ELSA Semarang)

“Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah! Tuhan akan meluputkan dia pada waktu celaka.” (Mazmur 41: 2)

elsaonline.com Saya akan merujuk pada teks diatas sebagai bahan bertafakkur, mengaji diri, di Hari Natal ini. Baiknya tak sebatas merujuk pada Mazmur 41:2 saja, karena potongan ayat diatas adalah bagian dari doa penyembuhan yang terbentang dari ayat 1 hingga 14.

Pertolongan Tuhan, seturut ayat diatas, akan datang pada mereka yang memperhatikan orang-orang lemah. Alkitab Bahasa Arab mewakilkannya dengan “miskin.” Jika diiris lagi, miskin, dalam nomenklatur fiqih atau hukum Islam, berbeda penekanannya dengan kata fakir yang dalam penggunaan sehari-hari kerap dijadikan frase; fakir miskin.

Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta serta pekerjaan. Sementara miskin adalah orang yang memiliki harta dan pekerjaan, tetapi itu tidak bisa mencukupi hidupnya.

Alkitab Bahasa Sunda menerjemahkan kata miskin (dalam Alkitab Bahasa Arab) dan orang lemah (Alkitab Bahasa Indonesia) dengan kata “walurat,” yang berarti sulit atau orang yang ada dalam keadaan sulit.

Saya suka dengan potongan berikutnya dalam Bahasa Indonesia karena sangat puitik, “mun meunang papait tangtu ku PANGERAN dijait,” yang jika diterjemahkan secara harfiah berarti, jika mendapatkan keslitan pastinya TUHAN akan menyelamatkan.

Jadi siapakah orang lemah itu?

Fakir dan miskin serta mereka yang ada dalam keadaan sulit (walurat) tentu saja ada didalamnya.

Dalam konteks kehidupan sekarang, maknanya bisa kita bentangkan.

Uluran tangan sudah semestinya menjangkau mereka yang bukan hanya miskin atau fakir karena ketidakmauan atau ketidakmampuan, namun mereka yang ditindas oleh struktur juga bagian dari apa yang disebut sebagai orang lemah itu. Mereka lemah karena bukan tidak mau bergerak, tetapi pergerakannya yang justru dibatasi. Mereka lemah karena dilemahkan.

Baca Juga  Saya Muslimah Berjilbab dan Alumni Universitas Kristen

Mungkin kata ini tidak selalu pas, tetapi saya hendak memaknai “orang yang lemah” itu sebagai mereka yang rentan. Orang-orang tua, perempuan dan anak-anak adalah contohnya. Kelompok kecil dan rawan didiskriminasi pun ada disana. Mereka yang karena status kesehatannya kerap mendapat pembedaan juga bagian dari yang rentan ini. Kepada merekalah tangan kita hendaknya diulurkan.

Atas nama pribadi dan keluarga serta mewakili teman-teman di Yayasan Pemberdayaan Komunitas (YPK) Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA), saya mengucapkan Selamat Merayakan Natal, teman-teman. Kiranya kita dimampukan untuk terus menjaga hati dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan (Amsal 4:23). (Editor:Sidik)

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini