Oleh: Tedi Kholiludin

Di tengah masyarakat perkotaan Hijaz, demikian ditulis Phillip K. Hitti, tahap pemujaan terhadap benda-benda langit, telah bherlangsung cukup lama. Penulis “History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present” itu menunjukkan kalau masyarakat setempat begitu memuja Al-‘Uzza, al-Laat dan Manaat. Ketiganya memilki tempat pemujaannya masing-masing yang disakralkan di daerah yang kemudian menjadi tempat kelahiran Islam.
Al-‘Uzza (yang paling agung, Venus atau bintang pagi) dipuja di Nakhlah, timur kota Makkah. Saat masih muda, Muhammad pernah memberikan persembahan untuk dewa ini. Menjelang kelahiran Islam, masyarakat setempat banyak yang memberi nama anaknya dengan Abd al-Uzza alias putera ‘Uzza.
Nama lain adalah Al-Laat dari Ilaahah yang berarti tuhan perempuan. Al-Laat banyak dipuja di Taif, yang sekarang digunakan sebagai tempat beribadah haji dan menyembelih binatang korban.
Manaah yang berarti pembagian nasib atau maniyah adalah dewa yang menguasai nasib. Tempat sucinya adalah sebuah batu hitam di Qudayd, di jalan antara Mekkah dan Madinah. Dewa ini sangat populer di masyarakat Aws dan Khazraj, yang memberikan pertolongan kepada Nabi ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Selain ketiga dewa itu, ada dewa lain yakni Hubal yang berarti roh. Hubal menjadi dewa tertinggi di Ka’bah yang direpresentasikan dalam bentuk manusia. Di samping patung representasi manusia, disediakan busur yang dilengkapi anak panah yang digunakan untuk mengundi nasib oleh para peramal.
Nama-nama dewa pagan lain biasa mengambil dari binatang seperti Nasr (burung Nasar), dan ‘Awf (burung besar). Nama tersebut mengisyaratkan bahwa asal-usulnya berasal dari fenomena alam.
Satu lagi. Kata Hitti, konsep keagamaan yang paling penting di kawasan Hijaz adalah konsep tentang Tuhan. Bagi masyarakat Hijaz, Allah (Allah, al-Ilah, Tuhan) adalah Tuhan yang paling utama, meskipun bukan satu-satunya. Nama itu berasal dari bahasa kuno. Ia muncul dalam tulisan-tulisan Arab Selatan, tulisan orang Minea di al-‘Ula, dan tulisan orang Saba, tetapi nama itu mulai terbentuk dengan untaian huruf HLH dalam tulisan Lihyan pada abad ke 5 SM. Lihyan, yang mengimpor dewanya dari Suriah, merupakan pusat utama penyembahan dewa itu di Arab.
Ia disebut dengan Hallah dalam tulisan-tulisan Shafa sekitar lima abad sebelum Islam, juga dalam tulisan Arab Kristen pra-Islam yang ditemukan di Umm al-Jimal, Suriah, sekitar abad keenam. Ayah Muhammad adalah Abdullah yang berarti penyembah Allah. Pendek kata, Allah adalah dewa suku Qurays, tulis Hitti. Nama itu pula yang sekarang digunakan untuk menyebut Yang Kuasa dalam Islam (juga Kristen).
Tentu saja itu hanya sebutan atau “Tuhan budaya”, bukan nama sesungguhnya. Kita tidak pernah tahu namanya, karena belum pernah berkenalan denganNya. Yang jelas, sekarang orang Islam memanggilNya dengan nama Allah, nama yang juga dipakai oleh orang-orang Arab pra-Islam untuk memanggil Yang Kuasa itu.