Omi Komariah Madjid : “Istri Cak Nur Pertama, ya, Buku.”

Bogor, elsaonline.com – Pelajaran moral dari cak Nur yang dapat diambil adalah tidak pandang bulu, agama, suku dan ras. Itulah ungkapan pertama kali Omi Komariah, istri mendiang Nurcholish Madjid saat membuka acara “Pelatihan Mubalig Muda Berwawasan HAM angkatan ke-7” yang diselenggarakan oleh Nurcholish Madjid Society di GG House, Bogor, 24-26 Agustus 2022.

Omi menceritakan pengalaman yang paling berkesan tentang keberagaman tiap tahun yang selalu dilakukannya bersama Cak Nur, panggilan akrab Nurcholish Madjid.

“Kami punya tetangga orang Batak yang beragama kristen, tapi cak Nur setiap tahun selalu memberikan kue untuk mereka. Kalau cak Nur mau bepergian sebelum 25 Desember selalu berpesan kepada saya. Ma, jangan lupa selalu memberikan tetangga kita yang sedang merayakan Natal, mereka berbahagia di hari raya mereka, kita juga harus ikut berbahagia,” kenang Omi.

Nilai yang sampai sekarang masih dilakukan Omi adalah setiap menyuruh atau memintakan sesuatu kepada asisten rumah tangga, dia dan anak-anak setiap memintanya selalu diawali dengan kata tolong, ketika selesai terpenuhi akhirnya tidak lupa mengucapkan terima kasih. “Meskipun posisinya sebagai seorang pembantu, karena etika atau akhlak itu harus menjadi utama,” tuturnya.

Menurut Omi, Cak Nur orangnya rajin membaca buku, buku apapun. Bahkan, masih menurut Omi, buku-buku tadi adalah istri pertamanya Cak Nur. Kemanapun pergi, kemanapun dia ada, tempat tidur pun bukunya tidak sedikit, tidak hanya buku tentang agama saja, tapi Cak Nur juga baca-baca buku novel, ekonomi, hukum dan lain-lain.

“Saya pernah menemukan suatu waktu Cak Nur membawa secarik kertas kecil yang rupanya dari koran kompas. Isinya ternyata tentang astronomi jarak antara bumi dan langit, itu sering dipakai cak Nur untuk menerangkan peristiwa Isra Mikraj,” paparnya.

Baca Juga  Tuhan adalah Karya Bahasa

Kemudian teladan dari cak Nur yang lain adalah sabar. Harus mau menunggu, tidak boleh instan, ada tahapan dan prosesnya. Kalau mempunyai keinginan harus juga bisa menahan diri.

Cak Nur juga tidak “fikih oriented,” hal ini yang dilakukan ketika Cak Nur menghadapi permasalahan fikih yang kadang-kadang memunculkan kelompok yang setuju dan tidak. Persoalan seperti ini tidak begitu dipermasalahkan oleh Cak Nur. Semuanya diserahkan kembali ke hati nurani masing-masing.

“Harapannya, Indonesia bisa menjadi teladan bagi umat manusia di dunia ini, meskipun (jumlah-red) kita kecil, tapi mudah-mudahan sedikit demi sedikit ini bisa merambah menjadi bukit dan mendunia,” Pungkas Omi. (RA)

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini