Oleh: Andi Gunawan
Sekretaris MATAKIN KOTA Semarang
Perubahan yang terjadi dari Orde Baru ke reformasi, menjadi titik balik dan berkah bagi kebebasan. Bagi umat beragama Khonghucu, perubahan itu ditandai dengan dicabutnya Inpres No.14 tahun 1967 tentang pembatasan ekspresi adat istiadat dan kepercayaan yang berasal dari Cina.
Masa Reformasi merupakan angin segar bagi semua umat Khonghucu di Indonesia. Tetapi permasalahan muncul ketika dihadapkan pada umat Khonghucu yang sudah beralih “Agama” demi keamanan hidup pada jaman Orde Baru. Masalah juga muncul karena jumlah penerus yang konsisten dengan Agama Khonghucu sangat-sangat kurang sekali.
Diakuinya Agama Khonghucu merupakan kebahagiaan sekaligus menghasilkan runtutan pekerjaan besar bagi Umat Khonghucu. Tulisan ini lebih memfokuskan ke Pemuda.
Pemuda Agama Khonghucu sekarang ini sudah mulai membuka jati diri keimanannya. Tapi, mereka menghadapi persoalan karena muncul gap antara yang generasi muda dan generasi tua. Ini menjadi sesuatu yang sangat logis, karena ada satu setengah generasi yang hilang dalam perkembangan agama Khonghucu di Indonesia.
Padahal kalau dilihat dari kenyataan di lapangan, masih banyak simpatisan Khonghucu, yang kalau dalam agama Khonghucu disebut Khonghucu Tradisional. Masih banyak di lapangan Pemuda Khonghucu Tradisional yang mengenal Agama Khonghucu dari Emak, Engkong atau orang tua mereka sebagai ajaran hidup, etika dan moral. Sehingga pendalaman Agama Khonghucu terasa kurang dikarenakan tidak mau terikat dengan pernik ibadah di Lithang dan kegiatan-kegiatan ritual keagamaan lainnya.
Di Era Orde Baru Klenteng yang awalnya merupakan tempat ibadah agama Khonghucu hampir-hampir saja dimuseumkan karena berbau keCinaan. Namun, umat Agama Budha datang dan memasukan Arca Dewa–Dewi Buddha ke dalam Klenteng, dikarenakan ada unsur Buddha yang notabene berasal dari daratan India. Dengan keadaan ini maka Klenteng sebagai tempat beribadah selamat dan tidak dijadikan sebagai museum, begitu juga sekolah-sekolah yang berbau keCinaan dimana agama Khonghucu diajarkan, seperti di Tiong Hoa Hwee Koan.
Bagi pemuda Khonghucu, terutama yang tergabung dalam Organisasi Keagamaan Khonghucu PAKIN dan GEMAKU, tantangan terbesar adalah pengembangan, yakni pengembangan secara pribadi dan organisasi. Pemuda sendiri memiliki beberapa tingkatan, mulai dari usia kuliah sampai kerja dan ada pula yang berwiraswasta
Pemuda Khonghucu yang berstatus mahasiswa merupakan bagian dari komunitas yang sangat kecil bahkan tak jarang hanya ada seorang saja dalam satu kampus. Walaupun tentu saja masih banyak pemuda Khonghucu tradisional yang jumlahnya tidak terdeteksi. Kondisi ini memang tidak berpengaruh dalam hal bersosialisasi, tapi secara psikologis akan jadi suatu masalah dikarenakan ia adalah minoritas.
Bagi Pemuda yang berkarir, juga sangat susah juga menemukan teman atau rekan kerja seiman, selain jika atasannya kebetulan masih memegang nilai-nilai Khonghucu. Pengusaha muda Khonghucu sendiri terkadang susah mendapatkan mitra bisnis yang seiman. Padahal dalam Khonghucu sendiri juga mempunyai ilmu bisnis yang berdasarkan ajaran Nabi KhongZi.
Kenyataan diatas bukan merupakan pembatasan agamis akan sosialisasi pertemanan, rekan kerja atau bisnis, tetapi hanya menyatakan realita dalam awal hubungan sosialisasi dimana persamaan merupakan jembatan termudah dalam memulai suatu keakraban. Dengan mencari persamaan, bukan berarti Pemuda Agama Khonghucu tidak mau bersosialisasi dengan umat agama lain. Pemuda Agama Khonghucu sebaliknya sangat senang bersosialisasi dengan umat lain sesuai salah satu ayat Nabi “di empat penjuru lautan semua adalah saudara”. Apalagi dalam hal pendidikan Nabi KhongZi juga tidak memilih-milih dalam memberikan ilmunya, begitu juga dengan murid-muridnya yang juga tercantum dalam suatu ayat “ada pendidikan tiada perbedaan“. Oleh sebab itu Pemuda Agama Khonghucu dituntut untu selalu belajar dalam hidupnya.
Terbatasnya jumlah pemuda Agama Khonghucu ini tentunya sangat berbanding lurus dengan perkembangan organisasi sendiri. Organisasi seperti Pakin (Pemuda Agama Khonghucu Indonesia) masih lambat perkembangannya. Sedangkan di organisasi MAKIN dan MATAKIN pun masih melakukan pembelajaran.
Kehidupan berorganisasi Pemuda Khonghucu masih sangat lemah, tentu saja karena warisan orde baru dimana hubungan dengan organisasi keagamaan lainnya sangat dibatasi, apalagi dengan pemerintah. Karena itu, sebagian besar pemuda Agama Khonghucu lebih berkutat pada ritual dan pembelajaran internal keagamaan, namun untuk keluar masih bisa sedikit yang terlihat.
Tentu tidak bisa menyalahkan karena inilah yang terjadi saat represi Orde Baru membuat pemuda Agama Khonghucu jarang berani tampil ke depan umum dan melantangkan “Saya 100% Khonghucu“, Bahkan hingga sekarang, perubahannya belum signifikan. Hal itu ditambah dengan pembelajaran sebagai orang Tionghoa pada masa represi Orde Baru, dimana minoritas waktu itu cukup mencari aman, gampang dan tidak mau ribet. Ini berimbas pada psikologi anak (saat itu) yang sekarang menjadi Pemuda, sehingga kebiasaan untuk tidak mau berurusan dengan yang rumit dan tidak mau terlalu diekspose. Masih muncul ketakutan untuk tidak mau berurusan dengan pemerintahan dan bersuara lantang. Padahal sadar atau tidak kondisi sekarang sudah berubah dan berbeda jauh.
Sebagai contoh saya ngobrol dengan dua pemuda sebagai sample. Saya berikan pertanyaan sebagai Pribadi tentang Pemuda Khonghucu pasca represi Orde Baru “
“Lisa, Semarang (Khonghucu Tradisional), memberikan pendapat secara pribadi dia senang, merasa aman dan bangga jika sembahyang di Klenteng, tetapi ketika diberikan pertanyaan tentang pemerintahan dan organisasi Kepemudaan tidak bisa memahami“
“Kurniawan, Ambarawa, (Pemuda Khonghucu), memberikan pendapat kalau bukti nyata dia membantu dalam pembuatan KTP secara Khonghucu, dan akan tegas menjawab jika beberapa temannya menyatakan Khonghucu bukan agama.”
Pemuda Khonghucu diharapakan menunjukan sikap militan yang positif berdasarkan cinta kasih dalam kebenaran, berdasar otak bukan otot dan mulai direalisasikan serta ditumbuhkembangkan di dalam hati, karena hampir satu setengah generasi Umat Khonghucu mengalami represi akan haknya.
Pembentukan militansi dalam konteks hati atau spirit, yang keras ke dalam tetapi renyah diluar bisa dimulai dari hal yang sederhan saja, mulai dari pribadi dan organisasi
Secara pribadi bisa dimulai dengan keluarga Khonghucu atau pasangan hidup. Masih banyak sekali nilai–nilai ajaran yang diajarkan Nabi KongZi yang tujuannya untuk pembentukan Generasi Muda Khonghucu Modern.
Dalam organisasi, pembelajaran nilai Khonghucu bisa dilakukan dengan melakukan sosialisasi akan kebenaran tentang Agama Khonghucu tanpa tercampur unsur politik dan kepentingan golongan atau organisasi tertentu. Contohnya T.I.T.D (Tempat Ibadah Tridharma) yang menggabungkan Tiga Ajaran Khonghucu, Budha dan Tao. Tentu saja pencampuran agama ini tidak bisa dibenarkan. Hal yang sama juga terjadi pada agama-agama lain, yang tidak menghendaki adanya pencampuradukan ajaran agama.
Ini berhubungan dengan sosialisasi Pemuda dalam sorotan tulisan ini dalam mengenalkan Agama Khonghucu yang benar dan diakui oleh pemerintah untuk memberikan sosialisasi kepada Pemuda T.I.T.D supaya bisa meyakini kepercayaan yang benar, bukan tercampur aduk.
Karena jika menilik sejarah, T.I.T.D terbentuk untuk menyelamatkan klenteng pada masa itu. Sekarang T.I.T.D bukan yayasan klenteng lokal tetapi sudah di koordinir oleh oknum-oknum agama tertentu demi menjaga umat. Kebenaran Agama Khonghucu harus disosialisasikan, karena sekarang telah diakui kembali hak sipilnya. Untuk hasilnya apakah ada yang mau mengikuti atau bersikukuh dengan keyakinannya, itu adalah hak pribadi pemeluknya.
Sosialisasi ini tidak akan teralisasi tanpa dukungan dari pemerintah dan teman-teman lintas Agama yang tidak setuju dengan pencampuran ajaran agama. Jika Pemuda Khonghucu yang langsung melakukan sosialisasi secara sendirian, maka akan terkesan perekrutan Pemuda Agama Khonghucu, walaupun visinya adalah perubahan yang benar.
Semangat Militansi Hati sebagai Pemuda Khonghucu Modern sangatlah cocok diterapkan dalam keadaan pemuda sekarang. Dengan jumlah yang terbatas mereka dituntut untuk mengembangkan Agama Khonghucu dimana fungsinya adalah membawa kedamaian bagi pemeluknya. Modern disini bukan berarti selalu tampil modis, dan lainnya. Tetapi mengikuti perubahan yang terjadi dalam kehidupan sesuai dengan perubahan diri dan tentunya tidak lepas dalam Ajaran Khonghucu sebagai Pedomannya, seperti ayat Nabi “kita harus mempelajari yang kuno, untuk ……………………………………………………..”
Pemuda Khonghucu pasca represi Orde Baru harapannya seperti karet yang dikekang dan ditekan. Ketika penekanan ini hilang bisa melesat tinggi untuk bisa menjajarkan seperti Pemuda dari agama lainnya baik dari sisi intelektualitas maupun organisasi, yang tentunya dalam satu visi untuk membawa kedamaian bagi pribadi, keluarga, lingkungan dan negara.
Salam Kebajikan.