Pentingnya Penguatan Perspektif Gender; Catatan untuk Rancangan Awal RPJMD Jawa Tengah 2025 – 2029

Oleh : Siti Rofiah

Arah Kebijakan dan Sasaran Daerah Jawa Tengah Tahun 2025-2045 dijabarkan dalam 4 tahapan. Tahap terdekat yakni tahap 1 (2025-2029) adalah Penguatan Landasan Transformasi yang mengandung 6 sasaran pokok yakni: Terwujudnya Transformasi Ekonomi; Mantapnya Infrastruktur Berkualitas dan Ramah Lingkungan; Terwujudnya Ketahanan Sumber Daya Alam Lingkungan Hidup dan Bencana, Terwujudnya Transformasi Sosial, Terwujudnya Ketahanan Budaya; dan Terwujudnya Tata Kelola Pemerintahan.

Dalam semua sasaran tersebut penting untuk melakukan penguatan perspektif gender untuk menjadi cara pandang dan alat analisis yang tak terpisahkan sehingga seluruh sasaran tersebut dapat tercapai tanpa meninggalkan siapapun. Belajar dari pengalaman selama ini, biasanya dalam setiap aspek pembangunan ada kesenjangan APKM (akses, partisipasi, kontrol dan manfaat) bagi kelompok rentan misalnya perempuan. Memastikan kesenjangan APKM tidak terjadi sangat penting dalam mewujudkan setiap sasaran tersebut.

Sebagai contoh, sasaran Ketahanan Budaya yang dititikberatkan pada akselerasi penguatan karakter Jawa Tengah. Dalam dokumen rencana awal RPJMD, sasaran ini diwujudkan dengan menerapkan pendidikan karakter sejak dini, yang dimulai dengan penguatan ketahanan keluarga, internalisasi kurikulum pendidikan karakter sejak dini, penguatan peran perempuan dalam pendidikan karakter dan pembangunan, serta penguatan tradisi kesenian dan kebudayaan di masyarakat. Penguatan karakter Jawa Tengah dalam konteks ini perlu dipertajam dalam kerangka pengarusutamaan gender sehingga dapat diterjemahkan dengan mudah dalam bentuk kebijakan dan program-program pemerintah yang tepat langkah dan sasaran.

Mengutip laporan tahunan yang baru saja dirilis LBH APIK Semarang, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Tengah yang diadukan ke LBH APIK tahun 2023 meningkat dari tahun 2022. Tahun 2023 sebanyak 101 aduan kasus, sedangkan tahun 2022 sebanyak 82 aduan kasus. Sebagian besar kasus yang diadukan adalah KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang melibatkan kekerasan fisik, psikis, penelantaran rumah tangga serta kekerasan terhadap anak. Angka ini hanya yang diadukan saja sehingga tidak menggambarkan jumlah sesungguhnya, yang dapat dipastikan lebih besar jumlahnya.

Baca Juga  Sejarah Gereja Katolik St Yusuf Gedangan, Semarang (7-Habis)

Fakta ini perlu direfleksikan bahwa karakter yang perlu dibangun di Jawa Tengah adalah karakter yang menghargai nilai-nilai kesetaraan untuk menekan pandangan bias gender yang dapat berujung kekerasan. KDRT sendiri adalah kekerasan yang terjadi dalam relasi personal, dimana pelaku adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban. Salah satu penyebab KDRT adalah karena adanya “hierarki” di mana—umumnya—laki-laki, merasa lebih tinggi dari pasangan mereka yang perempuan sehingga merasa berhak melakukan kekerasan. Oleh karena itu pendidikan karakter yang dibentuk sejak dini oleh Jawa Tengah adalah karakter kesetaraan yang memberikan penghargaan terhadap sesama manusia apapun gender dan latar belakangnya, dilanjutkan dengan penguatan ketahanan keluarga yang menitikberatkan kesetaraan hak dan keadilan bagi seluruh anggota keluarga, internalisasi kurikulum pendidikan karakter kesetaraan di sekolah dan penguatan karakter kesetaraan di setiap aspek kehidupan sosial. Penguatan karakter kesetaraan penting tidak hanya untuk menghapus kekerasan berbasis gender tapi juga untuk menjadi kesadaran hidup sehingga tidak ada yang tertinggal dalam pembangunan.

Contoh lain dalam rancangan awal RPJMD Jawa Tengah adalah sasaran Ketahanan sumber daya alam, lingkungan hidup, dan bencana, diarahkan pada akselerasi peningkatan kelestarian sumber daya alam, lingkungan hidup, dan peningkatan pengurangan risiko bencana. Jika sasaran ini dilihat dengan kacamata keadilan gender, urgensi sasaran ini akan lebih terlihat karena fakta sosial menunjukkan dampak dari rusaknya sumber daya alam dan lingkungan hidup lebih dirasakan oleh perempuan. Dengan peran kulturalnya yang sangat lekat dengan peran-peran domestik, kerusakan alam akan sangat dirasakan dampaknya, misalnya minimnya sumber mata air. Dengan pengalaman perempuan yang khas, baik pengalaman biologis maupun sosial, penggunaan perspektif perempuan sangat diperlukan dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut kelestarian lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam.

Baca Juga  Om Jacky Manuputty dan “Dialogue of the Hand”

Walaupun pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional bukanlah pemikiran baru bahkan secara regulasi sudah dicanangkan sejak tahun 2000 melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional, namun upaya perbaikan secara terus menerus harus dilakukan apalagi berkaca pada berbagai kasus yang menimpa perempuan selama ini. Menguatkan perspektif gender bagi pemerintah Provinsi Jawa Tengah menjadi bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam rangka terselenggaranya pembangunan Jawa Tengah yang berperspektif gender mulai dari perencanaan, penyusunan, pemantauan dan evaluasi kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini