
[Demak – elsaonline.com] Ketua Divisi Advokasi Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang Yayan M Royani MH mengatakan, aparat harus jeli melihat kasus pembubaran pengajian Majelis Tafsir Al-Quran (MTA). Menurutnya, beberapa pengajian MTA yang dibubarkan oleh warga harusdilihat mengapa warga membubarkannya.“Soal pengajian MTA, kita jangan memandang dari hilir semata. Namun aparat juga harus melihat faktor apa yang menyebabkan warga membubarkan pengajian MTA dan apa yang tidak dikehendaki oleh warga dengan pengajian yang diadakan oleh MTA itu,” tutur alumnus Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (Undip) ini.
Pernyataan Yayan di atas, merupakan tanggapan atas pengajian rutin MTA yang dibubarkan warga di Desa Megoten, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Demak Kamis (13/02) sekitar pukul 16.30 WIB. Pembubaran tersebut dilakukan lantaran sebagian warga menilai MTA mengajarkan aliran sesat.
Guna mengusut pembubaran tersebut, pihak MTA melaporkan insiden itu ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jateng, Jumat (14/02) siang. Sekretaris MTA perwakilan Demak, Prayogo menyebutkan pihaknya mengindikasi adanya sekelompok warga yang menghasut warga lainya untuk membubarkan pengajian rutin. Sementara itu, Ketua MTA perwakilan Demak, Wagiman saat malapor ke Polda Jateng memaparkan, pihaknya akan terus melanjutkan proses hukum tersebut. Selain sempat menimbulkan korban jiwa, warga juga sempat melakukan pengrusakan rumahnya yang saat itu menjadi tempat untuk pengajian.
Dakwah Kebencian
Yayan menambahkan, aparat dan masyarakat harus waspada dengan dakwah-dakwah yang bersifat menghujat ajaran agama lain. Menurutnya, pembubabran pengajian MTA pasti ada sebab yang paling mendasar kenapa warga sampai melakukan pembubaran.
“Yang paling memungkinkan dari alasan warga kenapa membubarkan pengajian, karena tak berkenan dengan isi dakwah yang diajarkan oleh MTA. Kita semua paham Demak adalah penganut Islam yang berbasis tradisi dan kearifan lokal. Sementara yang diajarkan oleh MTA, apakah itu sesuai dengan keyakinan keagamaan warga Demak yang selama ini sudah berkembang?” tanya Yayan.
Menurutnya, pengajian yang damai dan toleran cenderung bisa diterima oleh warga masyarakat Jawa. Dalam hal ini dia mencontohkan, pengajian yang selama ini digelar oleh kiai-kiai besar di Tanah Jawa seperti Gus Mus, Mbah Maemun Zubair dari Ponpes Sarang Rembang atau pengajiannya Mendiang Kiai Sahal Mahfudz.
“Kita lihat pengajian-pengajiannya Kiai-kiai besar di Jawa, beliau-beliau semua tak pernah ditolak oleh warga. Boro-boro dibubarkan, warga bahkan merasa sangat senang dengan pengajian atau dakwah yang beliu-beliu sampaikan kepada warga. Kalau dakwah itu baik, pastinya diterima oleh warga,” tegasnya. [elsa-ol/Ceprudin]