[Semarang-elsaonline.com] Jurnalis, bila melakukan pekerjaannya dengan semestinya, adalah penjaga gerbang kebenaran, moralitas dan suara hati nurani dunia. Kegigihan seorang jurnalis untuk meramu sebuah laporan bernyawa kebenaran kepada publik memanglah membutuhkan tingkat keberanian yang teramat tinggi. “Karena itu, aura keberanian tinggi dalam balutan dedikasi, totalitas, kecintaan pada profesi, penghormatan pada kebenaran dan integritas kuli pena selayaknya diapresiasi,” tutur Pendiri Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik, Masduki, seperti dikutip dalam siaran pers-nya, Rabu (3/9).
Meskipun demikian, dia mengakui, kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya terus terjadi. Bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Ada yang diculik, disiksa dan juga dibunuh dengan keji saat bertugas. Berdasarkan catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, terang dia, sejak tahun 1996, sedikitnya telah terjadi 12 kasus pembunuhan jurnalis. “Namun, sebanyak delapan kasus pembunuhan jurnalis pula kasusnya masih terbengkalai. Pelakunya belum diadili,” ungkap Pakar Komunikasi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta ini.
Dia menjelaskan, delapan kasus tersebut yakni kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin (jurnalis Bernas Yogyakarta), Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi Kalimantan Barat), Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur), Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh). Kemudian, sambung dia, Ersa Siregar (jurnalis RCTI di Aceh), Herliyanto (jurnalis lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo Jawa Timur), Adriansyah Matra’is Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua) dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi Maluku). “Padahal, ini menjadi gelombang kekerasan yang tak pernah putus. Sungguh catatan buruk demokrasi di Indonesia,” jelas dia.
Oleh karena itu, pihaknya bersama AJI Yogyakarta meminta penetapan tanggal 16 Agustus sebagai Hari Anti Kekerasan terhadap Jurnalis Indonesia. Menurutnya, hari itu sama dengan tanggal kematian Jurnalis Harian Bernas Udin yang meninggal pada 16 Agustus 1996 silam. “Karena kasus Udin secara historis menjadi peristiwa paling memperoleh perhatian publik,” akunya.
Adapun Ketua AJI Yogyakarta, Hendrawan Setiawan, mengatakan, untuk menolak melupakan kekerasan yang terjadi di masa lalu pihaknya mengajak masyarakat untuk menandatangani petisi pada situs online. Petisi tersebut, kata dia, ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri, Ketua Dewan Pers Bagir Manan dan presiden terpilih Joko Widodo. “Targetnya mendapatkan vote 1000 dukungan,” bebernya.
Lebih jauh dia menambahkan, bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam menandatangani petisi online dipersilakan membuka link http://www.change.org/id/petisi/kapolri-republik-indonesia-tuntaskan-kasus-udin-bernas-dan-menolak-di-daluwarsa/share. “Tentu, ini sebagai penghormatan terhadap kiprah jurnalis,” tandasnya. [elsa-ol/Munif-@MunifBams]