[Semarang –elsaonline.com] Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tampaknya telah menganggarkan duit ratusan juta untuk memberangkatkan plesiran sejumlah wartawan ke Jerman. Duit tersebut kabarnya digunakan untuk membayar semua akomodasi peserta dari sewa hotel sampai urusan makan dan tiket pesawat dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang pun mengkritik dan memprotes program tersebut.
Ketua AJI Kota Semarang, Muhammad Rofi’udin, menilai, kegiatan jalan-jalan itu dianggap tak penting untuk membangun kreativitas para wartawan. Sebaliknya, lanjut dia, acara yang berlangsung pada November 2014 mendatang dianggap tidak mencerminkan pemerintah yang bersih. “Pemberangkatan dengan alasan pelatihan ke Jerman ini merupakan bagian dari suap. Tentunya dalam bentuk pemberian fasilitas yang dapat mempengaruhi independensi,” ungkap Rofi’udin di Kantor AJI Kota Semarang Jalan Gergaji 1 No 15 Mugassari, Semarang, Rabu (8/10).
Rofi’udin menyatakan, rencana pengiriaman wartawan oleh Pemprov Jateng mencerminkan sikap pemerintah yang tak mau menegakkan etika jurnalistik. Dia menjelaskan, kebijakan memberangkatkan sejumlah wartawan dengan menggunakan APBD akan sarat dengan konflik kepentingan. “Maklum, pekerjaan kewartawanan ini berkaitan dengan kepentingan publik. Sehingga, para wartawan dituntut untuk mampu menjaga independensi,” tutur pria kelahiran Blora itu.
Selain itu, dia mengukapkan, dalam pasal 6 kode etik jurnalistik disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak boleh menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. “Kami menafsirkan, penyalahgunaan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum,” ujar ayah satu anak ini.
Meskipun demikian, pihaknya menyarankan bahwa besaran dana untuk memberangkatkan wartawan jauh lebih bermanfaat jika digunakan untuk menanggulangi kemiskinan, kesehatan dan pengangguran. Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan program-program janji manis kampanye Ganjar-Heru dalam Pilkada 2013 silam. “Jika berkomitmen ingin mendidik wartawan, kami sarankan bantuan dana itu bisa dihibahkan ke pihak ketiga untuk mengelola. Misalnya melalui Dewan Pers atau kampus yang konsen dalam meningkatkan kapasitas profesionalisme wartawan dengan transparansi dan akuntabilitas anggaran,” bebernya.
Lebih jauh dia menambahkan, jika Pemprov Jateng berkeinginan mendorong perbaikan dunia pers sebaiknya menyadari kondisi ketenagakerjaan dalam industri pers yang masih menerima upah dibawah upah minimum kabupaten dan kota. Karena itu, imbuh dia, lebih baik keluarkan kebijakan untuk menindak pemilik media yang masih membayar upak tak manusiawi. “Minimnya upah yang diterima wartawan akan berpengaruh suap dan budaya menerima amplop wartawan. Sehingga, bisa mempengaruhi nilai obyektifitas dalam menyajikan informasi ke publik,” tandasnya. [elsa-ol/Munif-@MunifBams]