“Massa sekitar 40-50 orang. Waktu kejadian pas saya sedang tidak ditempat. Saya dikabari oleh warga (penganut Sapta Darma) bahwa rumah ibadah kami dibakar,” terang Ketua Persatuan Sapta Darma (Persada) Kabupaten Rembang, Sutrisno, melalui telpon, Selasa (10/11/15).
Sutrisno bercerita, sekitar lima menit sebelum terjadi pembakaran, Kepala Desa dan Camat menghubunginya. Kedua wakil pemerintah itu meminta supaya Sutrisno mengehentikan proses pembangunan sanggar. Atas permintaan Kades dan Camat itu, Sutrisno menghubungi tukang yang sedang mengerjakan pembangunan.
“Niat saya menghubungi untuk menghentikan pembangunan, ternyata sanggar sudah dibakar. Bangunan rusak semua, ya yang namanya dibakar ya hancur. Kami mengalami kerugian materi kurang lebih 100 juta rupiah mas. Kalau imateri tak terhitung,” terangnya.
Saat ditanya apakah ada yang mencurigakan sebelum terjadi pembakaran, Sutrisno mengiyakannya.
“Pada Minggu, (8/11) sekitar pukul 23.25 WIB, malam, sanggar kami didatangi delapan orang. Mereka keluar masuk bangunan terekam oleh kamera CCTV yang kebetulan kami pasang,” tandasnya.
Sempat Dihentikan
“Saya ditekan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Forum Umat Islam (FUI) Desa Plawangan, supaya menghentikan renovasi pembangunan sanggar. Mereka menyodorkan surat pernyataan, tapi saya menolak karena saya sudah sesuai dengan undang-undang,” kata Sutrisno, Rabu (2/9/15) lalu.
Sebelumnya, Sutrisno bersama warga Sapta Darma lainnya sempat bertemu dengan Plt Bupati Rembang Suko Mardiono. Sutrisno bertemu dengan Plt Bupati di ruang Pendopo Bupati pada Rabu, (2/9/15) lalu sekira pukul 20.00-21.00 WIB. Hasil pertemuan itu sangat mengecewakan pihak warga Sapta Darma.
“Untuk sementara jangan diteruskan membangun dulu. Supaya bisa meredam suasana. Itu kan demi keselamatan sampean,” kata Sutrisno, menirukan solusi yang ditawarkan Plt Bupati.
Sutrisno menambahkan lagi, dirinya bertekad meneruskan pembangunan karena mendapat restu dari Kepala Kesbangpol Kabupaten Rembang.
”Kepala Kesbangpol mengizinkan untuk meneruskan pembangunan. Akhirnya kami meneruskannya,” tandasnya.
Atas kejadian ini, Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Tedi Kholiludin mendesak Plt Bupati Rembang, Suko Mardiono dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo untuk hadir dan menyelesaikan persoalan ini. Dalam perundang-undangan sudah jelas diatur mengenai pembangunan sanggar bagi penganut Kepercayaan..
“Supaya tidak berkelanjutan kami harap pemerintah turun tanganlah. Kalau pemerintah ada itikad baik untuk menyelesaikan, panduanya sudah jelas peraturan besama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: 43/41 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa,” tegas Tedi. [elsa-ol/@Ceprudin-Cecep/003]