Sejarah Intelektual Islam Indonesia Kontemporer

Islam in IndonesiaJudul Buku: Islam in Indonesia: The Contest for Society, Ideas and Values
Penulis: Carool Kersten
Penerbit: Hurst & Company, London
Jumlah Halaman: 373+xx
Peresensi: Tedi Kholiludin

Kersten memulai telaahnya tentang sejarah intelektual Islam Indonesia kontemporer dengan menyajikan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang haramnya pluralism, liberalisme dan sekularisme. Memang agak membingungkan jika melihat fatwa itu dalam konteks interaksi umat Islam di Indonesia. Sebagai negara plural, adalah hal yang tidak mungkin bagi seorang muslim untuk tidak mengakui keberagamaan.

Respon umat Islam terbelah karena fatwa itu. Kelompok seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menjadikan fatwa itu sebagai pertahanan untuk meloloskan agenda mereka, menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Di sisi lain, kelompok-kelompok progresif muslim merasa bahwa fatwa itu menjadi sesuatu yang sulit diterima.

Dengan menjadikan tiga “isme” itu sebagai titik bahasan, Kersten mencermati dinamika pemikiran muslim Indonesia terkini. Bagi Kersten, respon terhadap tiga isme tersebut akan menjadi catatan penting dalam proses dan konsolidasi demokrasi di Indonesia.

Buku ini, kata Kersten, merupakan sekuel dari karya sebelumnya, Cosmopolitans and Heretics: New Muslim Intellectuals and the Study of Islam. Disana, ia lebih fokus pada pada satu orang intelektual saja, Nurcholis Madjid (Cak Nur). Sementara buku Islam in Indonesia, diakuinya lebih luas dalam menelaah aktivitas kelompok-kelompok intelektual yang muncul di tengah kerja-kerja intelektual Cak Nur. Pendekatan Kersten ini sedikit berbeda dengan Hefner dalam Civil Islam yang lebih melihat fakto individu dalam dinamika keilmuan Islam di Indonesia.

Meskipun pluralisme, liberalisme dan sekularisme menjadi tiga topik yang dibahas, tetapi sejatinya bukan disana pointnya. Menurut Kersten masalahnya tentu saja jauh lebih kompleks dari itu. Dengan mengamati substansi pemikiran intelektual Indonesia kontemporer, buku ini bermaksud untuk menyajikan kontes bagi masyarakat, ide dan nilai yang ditemukan dalam tulisan para pemikir muslim yang mengkonseptualisasi dan memformulasikan diskursus ini, serta aktivis yang mencoba mencari jalan untuk memberikan artikulasi praktis dan implementasi nyata. (h. 11)

Baca Juga  “Indonesia Harus Menjadi Konteks Berteologi”

Arena kontestasi tafsir terhadap Islam (masyarakat, ide dan nilai) setidaknya ada dalam tiga ranah. Di level politik, fokus perdebatan ada pada masalah kenegaraan dan posisi agama di ruang publik. Meski dihuni oleh banyak orang Islam, tapi Indonesia tidak bisa diidentifikasi sebagai negara Islam. Dalam level hukum, perdebatan misalnya terbaca ketika muncul keinginan untuk menghadirkan Piagam Jakarta ketika amandemen konstitusi pasca reformasi. Terakhir, percakapan dari sisi politik dan hukum juga menyasar aspek epistemologis. Salah satunya berhubungan dengan diskursus maqasid al-Syariah sebagai kompas bagi perilaku moral.

Tiga ranah (epistemologi, politik dan hukum) pertarungan bagi masyarakat, ide dan nilai ini pastinya melibatkan isu pluralisme agama serta relasinya dengan kebebasan berpikir, hak asasi manusia dan pendidikan.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...

Liquid Identity: Saat Identitas menjadi Sebuah Entitas Muas

Oleh: Muhamad Sidik Pramono (Mahasiswa Magister Sosiologi Agama Universitas...
Artikel sebelumnya
Artikel berikutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini