Oleh: Nazar Nurdin
Seorang perempuan yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah bernama Sri Hartati (47) akhirnya kembali mengucap sahadat. Perempuan yang sebelumnya sempat mengaku menerima wahyu dari Tuhan mengucap sahadat dalam Islam seusai Shalat Jumat, 10 Juni 2016 lalu.
Sri Hartati merupakan warga Desa Kalijambe, Kecamatan Karangdadab, Pekalongan. Ibu empat anak ini dianggap sebagai orang pintar, karena kerap kali menyembuhkan masyarakat yang datang kepada dirinya untuk berobat.
Sri sendiri mengaku masih beragama Islam, serta dalam kesehariannya masih berkerudung. Wahyu yang didapatnya itu lalu ditulis rapi hingga berwujud sebuah buku yang diberi nama al-Kitab Na’sum al-Hikmah as-Sunah. Beberapa pasien yang datang untuk berobat sempat ia beri salinan bukunya yang mengandung pesan dari tiga kitab suci: al-Qur’an, Injil, taurat dan Zabur.
Al-Kitab Na’sum ditulis dalam bentuk bahasa Indonesia itu berisi 317 halaman. Menurut pemberitaan, Sri menerima wahyu sejak tahun 2006 ketika ia menderita sakit. Hingga tahun 2010, sakit yang diderita kia parah, hingga ia tidak bisa bangun. Dalam kondisi itulah, ia mengaku melihat surga dan neraka, serta menerima ayat-ayat. Ayat yang didengar kemudian ditulis. Ia sempat berceoteh ketika mendapatkan wahyu penyakit yang diderita berangsur menghilang.
Beberapa potongan wahyu yang ditulis misalnya bab Ayat di Dada, sebagaimana foto detikcom. “Wahai Utusanku Aku datang Kepadamu untuk mengambil sesuatu yang ada pada …. engkau untuk menjalankan tugas-tugasku. Kusempurnakan engkau bila waktuku…. Suara gemuruh suara gelegar suara desiran suara-suara alunan ayat-ayat suci maka …… satu.
Lalu, ada juga “Ayat di Kepala”, yang ditulis pada 11 Februari 2011, berbunyi: “Bismillahirrahmairrahim” Kunanti engkau di suatu tempat di mana Aku akan menjemputmu. Dan akan menya….. dirimu menjadi suatu wadah. Tempatku unutk mengadili orang-orang yang sudah mem….. yang tidak mempercayai aku lagi. Dan Aku akan datang membawa kemenangan,,,,, dan menghancurluluhlantahkan semua yang ada di bumi. Karena waktuku,,,, waktu, hari maka engkau menghadapi maut. Bagi orang yang ….. menjadi satu hamba/murid dan engkau akan selamat dari malapetaka…… …….. seluruh apa yang engkau miliki, maka akan ……… percayaiku negara tempatmu. Lailaha illoloh.
“Saya tidak pernah mengaku nabi, bahkan ada Habib yang telpon saya dan menanyakan apakah benar saya Isa. Saya ?tidak pernah mengakui itu, saya itu utusan,” kata ibu empat anak itu, sebagaimana dilansir Tribun Jateng, 4 Juni 2016.
Ia pun menggangap seorang nabi dan utusan Tuhan itu berbeda, sehingga orang tidak bisa mengecapnya sesat. “Kalau nabi itu sudah pasti utusan Tuhan, tapi utusan Tuhan itu belum tentu nabi. Dari petunjuk-petunjuk yang saya alami, saya itu utusan,” kata dia lagi.
Selain menerima ayat, ia juga mengutarakan bahwa kiblat tidak menghadap ke barat (Indonesia), melainkan ke arah timur. Ia juga sempat menyinggung bahwa neraka berupa 17 lapisan. Berdasarkan pemberitaan di tribunnews, Sri pada awalnya tidak terima dianggap sesat, dan melihat masyarakat berlebihan jika mengganggapnya demikian.
Agus Tri Haryanto, suaminya sempat berujar bahwa istrinya mengaku utusan Tuhan sejak tahun 2013 usai sembuh dari penyakitnya selama 6 tahun. Sejak itu, Sri terus menuliskan bisikan yang diterimanya hingga menjadi sebuah Kitab Na’sum yang jumlahnya ada 4 jilid.
Setelah mengabarkan diri menjadi utusan Tuhan, Sri lalu dipecat sebagai PNS dan guru. Ia pun menerima pemecatan itu, dan mengganggap apa yang dialaminya selama tiga tahun belakangan bagian dari perjuangan utuan Tuhan, hingga ia dekat dengan Tuhan. Keluarnya Sri diketahui belakangan karena ia sudah tak aktif mengajar semenjak sakit 2009.
Dilaporkan Polisi
Namun oleh masyarakat, perbuatan Sri dianggap membawa aliran sesat. Ia pun dilaporkan ke pihak kepolisian. Polisi lalu bergerak perempuan 48 tahun ini dengan pemeriksaan psikiater dan kesehatan. Selain diperiksa, fenomena Sri juga membuat pihak pemerintah membentuk tim bersama yang beranggotakan Polisi, Majelis Ulama Indonesia, Kemenag, TNI, Kesbangpolinmas, Kejaksaan. Tim ini adalah Tim Bakorpakem.
Tim ini lalu mendatangi rumah Sri hingga disebut menemukan butir kesepakatan, bahwa Sri akan “bertaubat.” Terkait kondisi kejiwaan di RSUD Kraton masih menunggu hasil kejiwaan. Demikian dilaporkan dalam Radar Pekalongan.
Untuk mencegah perkembangan ajaran itu, polisi menarik sejumlah kitab yang beredar. Warga yang menerima copyan diminta menyerahkan ke polisi. Hingga pada Jumat (10/6/2016), Sri dan suaminya lalu melakukan pertaubatan di Masjid al-Muktarom, di Kecamatan Mijen dengan kembali mengucap sahadat. Pertobatan itu disaksikan Bupati Pekalongan Amat Antono, Kapolres Pekalongan, MUI, dan FKUB Pekalongan.
Ia juga menuliskan surat pernyataan telah membuat kehebohan. Di tengah upaya taubat itu, dia minta agar kitabnya tidak dimusnahkan. Kitab yang dibuatnya diminta dibaca dulu, dipahami artinya sampai akhir. Namun pada akhirnya dia menyerah dan menandatangani empat poin perjanjian. Empat poin ini sebagai berikut:
Pertama, menyadari telah melakukan hal yang salah terkait arah kiblat karena tidak sesuai dengan umat muslim di Indonesia; kedua, akan kembali pada ajaran Islam yang benar dan berpegang pada ?sumber Alquran dan Hadist; ketiga, meminta maaf kepada seluruh umat Islam di seluruh dunia dan khususnya umat Islam di Kabupaten Pekalongan; keempat, apabila di kemudian hari melakukan kesalahan di bidang Agama Islam, yakni melakukan perbuatan menyimpang dengan syariat siap dituntut di muka hukum sesuai aturan yang berlaku.
Bebas dari Jeratan
Jika diulas sejenak, bahwa upaya mengingatkan Sri untuk tidak melanjutkan apa yang diyakininya menjadi penting untuk ditelaah. Pemerintah bisa a menganggap bahwa tindakan Sri menjadi perbuatan pidana karena telah melanggar ketertiban umum, andai Sri dibiarkan melaksanakan kegiatannya. Jika tetap dilanjutkan, dia berpotensi terkena jeratan pasal penodaan agama, Pasal 156a KUHP. Namun pilihan itu tidak ditegakkan, melainkan diberikan alternatif berupa peringatan.
Pasal 156a sedianya difungsikan menjerat orang yang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. Menurut Atho Mudzhar, pengaturan negara pada agama ditujukan untuk mencegah adanya penistaan, penyalahgunaan dan penodaan agama. Ia menilai penodaan agama yang dilarang bukan penodaan, melainkan penistaan terhadap manusia. Penerapan delik ini menegaskan kehadiran negara untuk menjaga agama, dan perasaan keagamaan penganut agama. Negara hadir memberi jaminan perlindungan dengan pembatasan.
Jauh sebelum itu, setidaknya telah ada 26 putusan pengadilan yang mengadili kasus penodaan agama Islam sepanjang 2011-2015, dengan 9 provinsi sebagai tempat terjadinya penodaan. Dari 26 putusan, hanya ada 2 kasus yang diputus rendah antara 0-1 tahun, 5 kasus antara 1-3 tahun dan 16 kasus yang diputus di atas 3 tahun. Dari segi umur, 7 kasus yang dilakukan orang umur 20-30 tahun; 4 kasus/pelaku berumur 30-40 tahun, serta 10 kasus berusia 40 tahun ke atas. Dibedakan dari delik agama yang dijeratkan, 19 kasus terbukti pasal 156a KUHP, empat (4) kasus bersalah pasal 28 UU ITE, serta empat (4) kasus yang disertai dengan penipuan, penggelapan, pembunuhan, serta perbuatan tidak menyenangkan.
Hal yang perlu dilihat dari kegiatan Sri ialah apakah yang disampaikan di ruang privat atau publik. Negara tidak akan melakukan jeratan pidana jika itu diranah privat.
Jika Sri menyampaikan ajaran yang dianutnya di depan umum (publik) tentunya akan melanggar kepentingan umum, maka pemerintah akan bertindak. Akan tetapi, jika Sri mengaku tidak menyebarkan ke masyarakat bisa dianggap domain privat. Namun demikian, ucapannya yang memberikan kepada para keluarga dan para pasien yang meminta al-kitab akan diberi copiannya itu sekilas menunjukkan dimensi ruang publik, karena penyebaran ke pasien sudah masuk ruang publik.
Persoalan ini kemudian berhenti karena Sri tidak mengulangi perbuatannya setelah diberi peringatan. Peringatan ini juga dijelaskan dan diperintahkan dalam Undang-Undang Nomor 1 1965 tentang Penodaan Agama.