Histeresis

Oleh: Tedi Kholiludin

“Histeresis habitus barangkali merupakan salah satu penjelasan atas keterlambatan struktural antara peluang yang tersedia dan disposisi untuk menangkap peluang tersebut—yang menyebabkan peluang-peluang terlewatkan dan, khususnya, ketidakmampuan yang kerap dijumpai untuk memahami krisis historis dengan kategori persepsi dan pemikiran selain kategori masa lalu, betapapun “revolusioner”-nya.” (halaman 59)

Penjelasan di atas berasal dari tulisan Pierre Bourdieu dalam “The Logic of Practice.” Buku ini, kira-kira, ingin mengatakan bahwa teori sosial yang kuat harus reflektif dengan kata lain sadar terhadap syarat-syarat sosial dan historis yang membentuk pengetahuan itu sendiri. Bourdieu menekankan pentingnya mengkritisi dan mengobjektifikasi kembali posisi peneliti dalam “field” yang ditelitinya.

Pada pengantar, Bourdieu menjelaskan maksud tulisannya. Dalam ilmu-ilmu sosial, kata Bourdieu, kemajuan pengetahuan mensyaratkan kemajuan dalam pengetahuan kita tentang kondisi-kondisi pengetahuan itu sendiri. Untuk itu, Bourdieu menyarankan setiap kali kita punya kesempatan untuk kembali pada objek sosial yang sama, kita mendapat peluang untuk lebih sadar dan lebih kritis terhadap posisi dan cara pandang kita sendiri sebagai peneliti terhadap objek tersebut. Sehingga kita tidak hanya memahami “mereka” tetapi juga memahami “diri kita” dalam proses itu.

Memahami “diri kita,” dalam sebuah kerja penelitian menjadi penting bukan hanya dalam kerangka posisi sosial atau latar belakang akademik. Lebih dari itu, “diri kita” adalah tentang kesadaran kalau disposisi-disposisi yang kita miliki itu terbentuk dari sebuah fase yang bisa saja tidak lagi relevan dengan yang kita hadapi sekarang. Inilah yang dimaksud oleh Bourdieu sebagai histeresis habitus (the hysteresis of habitus).

Histeresis berasal dari Bahasa Yunani, “husteros” (?????????), yang artinya kekurangan (deficiency) atau ketertinggalan (lagging). Dalam bidang fisika, istilah ini biasa dikenali ketika bicara perkara magnet. Kalau bahan magnetik dikenai medan magnet, ia tidak langsung berubah saat itu juga. Bahan magnetic tersebut tidak secara otomatis mengikuti arah dan kekuatan medan magnet, tapi masih membawa “memori” dari kondisi sebelumnya.

Baca Juga  Semarang dan Kampung yang Hilang

Bourdieu mengingatkan bahwa seringkali terjadi kelambatan respons karena disposisi kita dibentuk oleh masa lalu, dan tidak otomatis selaras dengan perubahan di masa kini. Inilah histeresis habitus. Habitus masa lalu kerapkali membentuk imajinasi kita tentang masa depan. Namun, hal-hal prediktif itu tak selalu tepat sasaran. Adakalanya, atau bahkan mungkin seringkali, meleset. Ketika Bourdieu mengatakan “…dan ketika disposisi-disposisi yang tidak selaras dengan peluang objektif karena efek histeresis…” (h. 62), itulah poin persoalannya.

Mengapa Bourdieu mengingatkan pentingnya mengenali kembali “mereka” sekaligus “diri kita” adalah untuk menghindari jebakan histeresis. Karena, bukan tidak mungkin objek yang diamati mengalami keterlambatan praktik, sementara subjek atau kita yang mengamati juga besar kemungkinan terlambat memahami.

Refleksi ganda terhadap objek dan terhadap diri, menjadi syarat etis dan epistemologis dalam kerja sosial. Tanpa itu, kita hanya mengulang pengamatan dengan lensa lama terhadap dunia yang telah berubah, atau sebaliknya, mengira perubahan telah terjadi padahal masih tertahan oleh disposisi-disposisi lama.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Harmoni, Kemanunggalan dan Rasa: Menyelami Jawa yang terus Bergerak

Oleh: Tedi Kholiludin Budaya Jawa yang Adaptif Saya hendak mengawali...

Panggung Sosial dan Lahirnya Stigma

Oleh: Tedi Kholiludin Kapan dan bagaimana stigma bekerja? Karya klasik Erving...

Meritokrasi dan Privilege: Dua Wajah dari Keadilan yang Pincang

Oleh: Alfian Ihsan Dosen Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Setiap...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini