Kaji Pancasila, Tedi Siapkan Tugas Akhir

[Semarang – elsaonline.com] Proses akhir menempuh studi adalah menyelesaikan tugas akhir. Tak terkecuali juga mahasiswa S3 atau program doktoral, dengan disertasi sebagai tugas akhir. Tedi Kholiludin mahasiswa program doktoral Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, baru saja menghadapi ujian proposal disertasi yang sementara diberi judul “Dari Agama Sipil Menuju Religiositas Sipil” pada (3/8).

“Bellah menjelaskan bahwa agama sipil di amerika diawali dari pidatonya Jhon F Kennedy yang dalam pidatonya mengulangi kata Tuhan sebanyak tiga kali. Ia tidak mengatakan tuhan yesus dan lainya” papar Tedi dalam pembukaan presentasinya.”Jika di Amerika Kennedy pernah berpidato mengenai agama sipil, di Indonesia Soekarno pernah berpidato bahwa Hendaknya masyarakat beragama dan beribadah dengan leluasa, tidak terdikotomi dalam agama tertentu” tambah laki-laki kelahiran Kuningan Jawa Barat ini.

“Penghormatan kepada pahlawan bisa dijadikan sebagai sebuah bentuk civil religiusitas, namun di Indonesia tidak bisa disamakan dengan Amerika, karena di Indonesia penghormatan terhadap jasa-jasa para pahlawan sangat lemah” jelas Tedi.

Ujian proposal Tedi Kholiludin

Penguji pertama dalam sidang tersebut adalah Abu Hafsin, Ph.D yang merupakan pamannya sendiri. Dalam kesempatan tanya jawab, Abu Hafsin terlebih awal mengkritisi sumber referensi dan metodologi dari proposal disertasi Tedi. Karena dalam menyelesaiakan sebuah disertasi harus sudah sangat jelas rujukan primer dan metodologinya.

“Disertasi semua orang sudah tau kalau itu merupakan tugas yang lumayan menguras pikiran. Jika tidak jelas rujukan primer dan metodologinya, proses ke depanya juga nanti akan kesulitan” tanya Abu Hafsin. Tedi kemudian menjelaskan bahwa sumber rujukan penelitianya bersumber dari UU 1945 dan Pancasila. Dalam Pancasila kemungkinan menjadi ruang yang tertutup, closed ideology. “Nah dengan perspektif agama sipil ini mencoba menghidupakan Pancasila. Karena pada hakikatnya potensi agama itu sendiri eksklusif, disinilah peran agama sipil” jelas Tedi.

Baca Juga  Identitas Kultural Tidaklah Statis

 Pertanyaan-pertanyaan terur menghujam kepada Tedi, “Kenapa harus agama sipil  yang menjadi pilihan kajianya, kenapa tidak moral etik” tambah Abu. Perdebatan metodologi ini cukup pelik, namun rupanya Tedi juga mempunyai argumen dan rujukan yang kuat untuk memilih tema civil religion. Salah satunya  adalah karena perspektif agama sipil memiliki korelasi dengan tradisi strukturalisme-fungsional. Jadi pas untuk mengkaji Pancasila.

Selesai penguji pertama yang mengkritisi proposal itu, dilanjut oleh penguji yang kedua, Prof. Kutut Suwondho. Kutut mempertanyakan dari sisi substansi Pancasila. Sila pertama sering orang memahami bahwa itu banyak yang memahami itu bahwa sebagai bentuk pluralisme. “Dalam penelitian seperti ini, nantinya akan sangat subjektif, karena berangkat dari paradigma seseorang terhadap subjek, yaitu Pancasila” tutur Ketut. (Ceprudin/elsa-ol)

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Buka Bersama di Rumah Pendeta

Oleh: Muhamad Sidik Pramono Langit Salatiga Senin sore 18 Maret...

Tak Semua Peperangan Harus Dimenangkan: Tentang Pekerjaan, Perjalanan dan Pelajaran

Tulisan-tulisan yang ada di buku ini, merupakan catatan perjalanan...

Moearatoewa: Jemaat Kristen Jawa di Pesisir Tegal Utara

Sejauh kita melakukan pelacakan terhadap karya-karya tentang sejarah Kekristenan...

Bertumbuh di Barat Jawa: Riwayat Gereja Kristen Pasundan

Pertengahan abad ke-19, Kekristenan mulai dipeluk oleh masyarakat di...

Pengaruh Lingkungan Pada Anak Kembar yang Dibesarkan Terpisah

Anak kembar adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada...
Artikel sebelumnya
Artikel berikutnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini