Oleh: Tsabit Azinar Ahmad
Pegiat Taman Baca Masyarakat Ngudi Kawruh, alumnus PPs Pendidikan Sejarah UNS
Memasuki abad XX, kolonialisme di Hindia Belanda memasuki masa kulminasi. Pemerintah kolonial telah berkembang dalam tahap yang lebih mapan. Alih-alih menjadi upaya untuk membalas budi pada pribumi, kebijakan politik etis justru makin menguatkan posisi pemerintah kolonial untuk terus melanjutkan kekuasaannya atas Hindia Belanda. Di satu sisi, perkembangan kontrakolonialisme juga mamasuki tahap baru, yakni dengan perubahan corak pergerakan rakyat. Perubahan corak ini ditandai dengan adanya upaya yang mulai tersistematisasi dalam berbagai lembaga pergerakan yang memiliki tujuan dan langkah-langkah strategis yang lebih jelas dibanding masa-masa sebelumnya.
Munculnya gerakan-gerakan yang lebih terstruktur dan terorganisasi menjadi sebuah model pergerakan baru yang sangat berpengaruh terhadap dinamika sejarah pada paruh pertama abad XX. Berbagai organisasi dengan beragam latar belakang muncul. Tidak terkecuali organisasi yang membawa predikat Islam.
Salah satu organisasi berpredikat Islam yang berkembang dan dengan cepat menarik perhatian rakyat adalah Sarekat Islam (SI). Sarekat Islam bermula dari Sarekat Dagang Islam yang didirikan pada tahun 1911 oleh H. Samanhudi di Solo yang merupakan cabang dari SDI bentukan R.M. Tirto Adisuryo di Batavia. SDI memiliki semboyan “kebebasan ekonomi, rakyat tujuannya, Islam jiwanya”.