Beragam itu Indah dan Bangsa jadi Kuat

Semarang, elsaonline.com – Plt. Kepala Dinas Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng Hari Wuljanto menyampaikan, keberagaman itu sebuah keniscayaan. Keragaman suku, ras, etnis, budaya, bahasa, agama, itulah yang membuat bangsa menjadi lebih indah. Sebaliknya, jika seragam bangsa Indonesia tak seindah seperti sekarang ini.

“Keberagaman itu pasti. Wong nyatane ono sing mancung, ono sing pesek, ono sing duwur ono sing endek. Duwur kabeh, putih kabeh elek to yo. (kenyataannya ada yang mancung ada yang pesek, ada yang tinggi ada yang pendek. Kalau tinggi semua, putih semua yang kurang bagus),” kata Hari saat bincang dengan Wahid Foundation, di kantornya, Rabu, 10 Maret 2021.

Doktor pendidikan nasionalisme ini menambahkan, keragaman merupakan modal untuk menjadi bangsa yang besar. Namun, kata Hari, bangsa menjadi besar saja tidak cukup karena itu harus berbuat kebajikan supaya menjadi kuat. Salah satu yang bisa dilakukan adalah promosi sekolah damai dan sekolah menyenangkan.

“Keragaman itu kan karunia Tuhan yang luar biasa. Karena beragam itu kita menjadi kuat. Dalam keragaman kita harus berbuat, berikhtiar untuk melakukan hal-hal yang baik. Nah semoga promosi (sekolah damai) ini tidak bosan ya, terus menerus. Karena kita ini kan bagian dari pencegahan,” harapnya.

Sikap dan Mental Dasar

Hari juga mewanti-wanti supaya promosi sekolah damai juga harus dibarengi dengan pengenalan sikap dan mental dasar. Sikap dasar yang selama ini mnejadi pegangan adalah integritas, gotong royong, dan toleransi. Sementara mental dasar itu disiplin, jujur, dan bertanggung jawab. Itu sikap dan mental dasar dalam bermasyarakat.

“Kalau kita bisa membangun itu (pada anak-anak di sekolah) bagus. Itu karakter primer. Kelak kerja dimanapun itu yang menjadi pegangan. Ya tiga sikap dasar dan mental dasar itu dibangun di sekolah. Tapi itu harus kita promosikan, kalau dinas saja tidak mampu maka butuh peran serta masyarakat,” tukasnya.

Baca Juga  DP3AP2KB Tingkatkan Kapasitas Perempuan Jawa Tengah dalam Situasi Darurat

Saat ini mental yang sudah mulai pudar adalah kejujuran. Padahal, semua orang pasti senang dengan kejujuran. “Semua orang sejatinya ingin kejujuran. Bos copet saja, pekerjaan yang tidak baik, bosnya tidak suka kalau anak buahnya tidak jujur. Bosnya pasti suka dengan anak buahnya yang jujur, yang setorannya sesuai dengan pendapannya. Itu misalnya,” seloroh pria kelahiran Purworejo ini.

Karena itu, Hari sedang berupaya keras untuk menumbuhkan pembinaan karakter nasionalisme. “Saya juga membuat yayasan yang bergerak dalam pembinaan nasionalisme dengan pembinaan budaya dan kesenian. Saya akan dandani anak-anak sejak dari hulunya, sejak dini. Kalau yang sudah menjadi teroris yang itu bagian polisi,” tandasnya.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Harmoni, Kemanunggalan dan Rasa: Menyelami Jawa yang terus Bergerak

Oleh: Tedi Kholiludin Budaya Jawa yang Adaptif Saya hendak mengawali...

Panggung Sosial dan Lahirnya Stigma

Oleh: Tedi Kholiludin Kapan dan bagaimana stigma bekerja? Karya klasik Erving...

Meritokrasi dan Privilege: Dua Wajah dari Keadilan yang Pincang

Oleh: Alfian Ihsan Dosen Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Setiap...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini