Berpuasa Tidak Boleh Minta Dihormati
2 min read
Siti Rofiah
Hal itu disampaikan oleh Siti Rofiah (28), aktifis Pengurus Wilayah (PW) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah dalam acara pengajian rutin bulanan Jam’iyyah al-Munawaroh di Waroeng Steak Jl. Kelud Sampangan Semarang, baru-baru ini.
Menurut perempuan lulusan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta itu, dengan berlatih meneladani sifat-sifat ketuhanan orang yang berpuasa diharapkan pada dirinya tercermin sifat-sifat ketuhanan lainnya yang berdampak pada nilai-nilai kemanusiaan, yakni tumbuh sifat ar-rahman dan ar-rahim (menyayangi terhadap semua makhluk di muka bumi), al-khaliq (produktif), dan al-ghafur (pemaaf).
Selain menyampaikan hikmah-hikmah berpuasa, perempuan pegiat penanggulangan HIV dan AIDS itu juga menjelaskan bahwa menghormati bulan ramadlan bukan berarti memaksa orang untuk menutup warung atau tidak makan pada siang bulan ramadlan. “Puasa itu ibadah vertikal, hubungan antara manusia dengan Tuhan. Jadi harus menggunakan kesadaran dan kemauan diri, bukan dengan paksaan. Memaksa orang lain untuk menutup warung atau tidak makan pada siang ramadlan dengan dalih menghormati ramadlan itu salah. Apalagi dengan alasan untuk menghormati orang yang berpuasa, itu sama sekali tidak benar. Orang yang minta dihormati saat berpuasa itu tanda puasanya tidak ikhlas,” jelasnya.
Bagi perempuan yang juga aktif di Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) itu, orang yang berpuasa tidak boleh minta dihormati karena puasa adalah ibadah personal yang pelakunya harus tahan menghadapi godaan. “Kalau kita berpuasa terus kita minta orang lain menghormati, tidak makan minum di hadapan kita, warung harus ditutup, itu berarti puasa kita seperti anak kecil, cengeng. Puasa itu ya untuk melawan hawa nafsu, artinya menahan diri dari godaan,” tuturnya dengan santun. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar_88]