Buka Puasa Bersama Jamaah Syiah

[Semarang – elsaonline.com] Berbagai aktifitas di bulan Ramadhan terus gencar dilakukan oleh umat muslim. Rabu, (2/8) Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang mengadakan diskusi ringan bersama komunitas Syi’ah di Semarang. Diskusi ini bersifat santai sembari menunggu buka bersama. Sharing ini berlangsung di di Yayasan Ma’al Haq, Gayamsari, Semarang Timur.

Di bulan Ramadhan ini memang moment yang sangat baik untuk menjalin silaturahmi, sehingga jalinan komunikasi itu bisa terjalin lintas komunitas atau kelompok. Manusia sebagai mahluk sosial memang wajib untuk bersosial dengan manusia lain. Karena kodrat manusia adalah mahluk sosial. Bahkan jika ada orang yang tidak mau bersosial dengan manusia yang lain itu aneh.

Buka puasa bersama komunitas Syiah

“Manusia yang tidak mau bersosial dengan manusia yang lain itu itu aneh. Orang yang hanya mau menang sendiri, merasa pintar sendiri itu tidak baik, karena memang orang yang demikian akan berpotensi untuk memecah belah umat,” ujar Ahmad Nurkholis, selaku pembina Yayasan Ma’al Haq. Banyak sekali orang yang pemikirannya eksklusif yang bepotensi memecahkan persatuan dan persaudaraan antar umat beragama.

Dalam momen ini sangat tepat dijadikan sebagai usaha merajut persaudaraan antar golongan. Banyak orang karena ketidaktahuan memahami orang lain lalu menimbulkan perasangka tidak baik terhadap kelompok orang lain. “Jangan menghukumi keyakinan orang lain dengan keyakinan kita, karena kalau keyakinan orang lain dihukumi dengan keyakinan kita keyakinan orang lain semuanya salah. Tentu kalau keyakinan orang lain sudah di cap bersalah maka akan masuk neraka. Atas dasar keyakinan itu maka kelompok yang salah harus dibenarkan. Bahkan dengan cara kekerasann,” papar Mujahid, ketua Yayasan Ma’al Haq, sebuah lembaga sosial yang dibentuk oleh komunitas Syi’ah di Semarang.

Baca Juga  Munir Adalah Cahaya Keadilan

Keyakinan-keyakinan lain kalau dibandingkan dengan keyakinan kita pasti akan sangat banyak terjadi perbedaan. Perbedaan itu bisa dari wilayah ‘ubudiyyah, ada juga dari wilayah kehhidupan sosial. “Perbedaan yang sangat kentara orang memahami dari sisi sholatnya, sehingga orang langsung men-just kalau keyakinan itu salah tanpa mau berdialog,” tambah Mujahid.  Kalau tidak dimulai dari kita, siapa lagi yang memulai jejaring sosial untuk memahami keberagaman. Tedi Kholiludin, selaku direktur eLSA, Semarang mengatakan “Kita selaku anak muda yang mempunyai semangat untuk membangun kebersamaan lintas iman harus semakin mengupayakan untuk selalu memupuk keberagaman di Semarang, ya caranya salah satunya dengan terbuka terhadap kelompok lain,” pungkas Tedi.  (Ceprudin/elsa-ol)

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini