Cadar Bukan Ajaran Islam (2)

0
1916

Oleh: Sumanto Al Qurtuby
(Dosen di King Fahd University of Petroleum and Minerals Dhahran Arab Saudi)

Apakah semua perempuan Saudi memakai cadar kalau bepergian, keluar rumah, dan di area publik?

Tidak. Anak-anak perempuan yang belum akil-baligh (kira-kira di bawah 13/14 tahun) tidak memakai cadar. Perempuan mudi dan dewasa pun tidak semua mengenakan cadar. Banyak yang tidak memakainya. Karena mereka menganggap cadar bukan ajaran Islam (beda dengan hijab), maka mereka fleksibel soal cadar ini.

Perempuan yang mengenakan cadar pun karena alasan yang bersifat sosial-kebudayaan bukan teologi-keagamaan, yakni untuk merawat “tradisi dan budaya” yang sudah turun-temurun diwariskan oleh para leluhur mereka, yaitu masyarakat Arab Badui yang tergolong “pastoral nomad” (nomadic pastoralists) dalam pola hidupnya, yakni hidup berpindah-pendah bersama keluarga dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mencari penghidupan dan sumber-sumber ekonomi.

Sebagian perempuan yang bercadar ini melepas cadarnya kalau sedang bepergian ke luar negeri (keluar dari teritori Saudi). Mereka beralasan cadar hanya tradisi/budaya Jazirah Arabia karena itu tidak ada alasan buat mereka untuk tetap memakainya kalau berada diluar Saudi. Meski begitu, ada juga yang tetap mengenakan cadar meskipun berada di luar Saudi dengan berbagai alasan dan pertimbangan.

Apakah di Saudi hanya perempuan penganut Salafi-Wahabi saja yang bercadar?

Tidak. Siapa saja boleh bercadar. Baik pengikut Salafi-Wahabi, Sunni, bahkan Syiah boleh mengenakan cadar, dan memang banyak dari mereka yang bercadar (terutama perempuan pemudi, dewasa dan emak-emak). Seperti saya jelaskan, karena cadar (khususnya jenis “niqab”) dianggap sebagai “tradisi dan budaya Jazirah Arabia”, maka perempuan dari kelompok Islam manapun (termasuk Syiah) di kawasan ini bercadar (kalau berminat memakainya tentunya karena memang tidak ada paksaan).

Baca Juga  Menyuarakan Suara-Suara yang Bersuara

Apakah hanya perempuan Arab di Saudi saja yang mengenakan cadar?

Tidak. Selain Arab Saudi, sebagian perempuan Bahrain, Kuwait, Oman, Yaman, dan Uni Emirat Arab juga mengenakan cadar karena merasa berbagi budaya di Semenanjung Arabia. Selain itu, masyarakat Arab yang masih kuat “kultur Badui”-nya juga mengenakan cadar, bukan hanya di Semenanjung Arabia saja tetapi juga di Suriah, Irak, dan lain sebagainya. Selebihnya, perempuan Arab sama sekali tidak bercadar. Bahkan yang tidak berhijab (penutup rambut/kepala) pun banyak melimpah ruah, meskipun mereka mengenakan abaya (pakaian tradisional perempuan Arab).

Apakah semua mazhab dalam Islam menginstruksikan tentang pemakaian cadar bagi kaum perempuan?

Tidak. Hanya mazhab Hanbali (dan turunannya, termasuk Salafi-Wahabi) saja yang cukup ketat dalam persoalan cadar ini. Mazhab-mazhab Islam lain sangat longgar dan fleksibel. Karena Saudi secara formal mengikuti mazhab Hanbali, maka tidak heran jika masalah percadaran ini begitu dominan di sini. Tetapi pengikut mazhab Hanbali dan turunanya bukan hanya di Saudi saja, melainkan juga di negara-negara lain. Karena itu tidak heran jika kita menyaksikan perempuan bercadar di India, Pakistan, Bangladesh, Afganistan, dan bahkan Indonesia.

Meskipun mazhab Hanbali yang paling jelas tentang instruksi pengenaan cadar ini, perempuan yang memakai cadar tidak secara otomatis bermazhab Hanbali. Sebagian perempuan mengenakan cadar karena berbagai alasan: dari alasan yang bersifat sosial-budaya (Semenanjung Arabia) atau memelihara warisan tradisi perempuan Arab Badui sampai alasan pragmatis (supaya tidak terkena debu dan terik matahari) dan keamanan (misalnya supaya tidak diganggu oleh kaum lelaki yang burungnya ngacengan he he).

Dalam konteks Timur Tengah, apakah hanya perempuan Arab Muslimah saja yang mengenakan cadar?

Tidak. Perempuan Yahudi Ortodoks juga bercadar. Perempuan Arab Kristen ortodoks juga bercadar. Meskipun tentu saja ada yang tidak. Mereka mengenakan cadar karena menganggap cadar sebagai tradisi dan kebudayaan perempuan yang tinggal di kawasan Timur Tengah, baik Arab, Yahudi, Persia, Kurdi, dan lainnya. Baik Muslim maupun bukan.

Baca Juga  Sarapan Lumpia: Tradisi (Menjadi) Orang Semarang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini