De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin

Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang Imam Katolik Spanyol dari Ordo Dominikan. De Las Casas hidup pada masa imperialisme Spanyol ke seluruh dunia. Ia adalah Imam pertama di Chiapas, Mexico. Bartolomé de las Casas dikenal oleh publik karena kritik kerasnya terhadap perlakukan Kekaisaran Spanyol yang memperlakukan penduduk Indian dengan sangat diskriminatif.

De las Casas, tak hanya menjalankan kegiatan misionaristiknya, tetapi juga menjaga suara kenabian, utamanya kepada masyarakat Indian. Suara De las Casas adalah genderang pertama yang secara nyaring berasal dari Imam Katolik. Gustavo Gutierrez, salah seorang teolog dan Imam asal Peru yang meletakkan dasar-dasar Teologi Pembebasan, menulis buku tentang perjuangan De las Casas berjudul “Las Casas: In Search of the Poor of Jesus Christ.” Nama Las Casas juga diabadikan oleh Gutierrez, yang meninggal tahun 2024 sebagai sebuah institut yang didirikannya yakni, Institut Bartolomé de las Casas.

***

Adalah Sekolah Salamanca atau Universitas Salamanca yang penting untuk dicatat dalam pembentukan pemikiran De Las Casas. Universitas Salamanca adalah lembaga pendidikan tinggi tertua di Semenanjung Iberia. Sebuah sekolah katedral yang berlokasi di Salamanca pada tahun 1130 memperoleh piagam dari Raja Alfonso IX dari León pada 1218 sebagai “sekolah umum” bagi wilayah kekuasaannya.

Secara singkat, di Universitas Salamanca, kursus dalam bidang teologi dan hukum ditawarkan, dengan banyak lulusannya mendapatkan pekerjaan di kerajaan-kerajaan Iberia. Perkuliahan berbasis teks-teks otoritatif merupakan metode pengajaran yang paling umum. Sejak abad ke-15, para profesor juga mulai menyelenggarakan “relectiones,” yaitu kajian mendalam mengenai topik tertentu yang sebelumnya telah dibahas dalam perkuliahan. Christopher Columbus bahkan pernah mempresentasikan gagasannya tentang rute laut menuju Asia di hadapan universitas ini sebelum pelayarannya pada tahun 1492.

Baca Juga  “Dan… ada Kehidupan dalam Kematian”

Francisco de Vitoria, salah satu tokoh penting yang memberi warna Salamanca, beserta murid-murdinya kerap terlibat dalam perdebatan keras mengenai hak-hak Spanyol di Dunia Baru yang ditempatinya. Adu argumen ini dimulai ketika biarawan Dominikan mengkritik perlakuan Kerajaan Spanyol terhadap penduduk asli. Antonio de Montesinos, seorang biarawan Dominikan menyampaikan khotbah pada 21 Desember 1511, yaitu Minggu keempat Adven, di Hispaniola (sekarang wilayah Haiti dan Republik Dominika).

Audiens yang adalah orang Spanyol diberitahu bahwa mereka hidup dan mati dalam dosa besar akibat kekejaman yang mereka lakukan terhadap masyarakat Amerindian. Salah satu yang pendengarnya adalah Bartolomé de Las Casas (1474–1566), yang kemudian bergabung dengan Ordo Dominikan dan, berkat pengaruh Montesinos, menjadi kritikus paling tajam terhadap penaklukan Spanyol (Conquista).

Dalam Debat Valladolid (1550-1551), Las Casas berdebat sengit dengan Juan Ginés de Sepúlveda, yang membela perbudakan Indian. Sepúlveda menggunakan argumen Aristotelian bahwa penduduk asli adalah “budak alami.” Las Casas, yang terinspirasi oleh pemikiran Salamanca, menolak Sepúlveda dengan menunjukkan bahwa penduduk asli memiliki kebebasan yang sama dengan orang Eropa dan tidak boleh direndahkan.

***

Gutierrez menjadikan pikiran dan tindakan De Las Casas sebagai dasar bagi pembentukan Teologi Pembebasan. Kritik terhadap perbudakan Spanyol di Dunia Baru, perjuangan untuk mengubah hukum kolonial agar lebih humanis, dan menyerukan agar iman Kristen haruslah bermuara pada keberpihakan pada mereka yang tertindas, adalah karakter yang menjangkar dalam sanubari De Las Casas. Gutierrez melihat bahwa perjuangan De las Casas yang memihak pada orang miskin dan tertindas sebagai fondasi Teologi Pembebasan.

Sesuai dengan judul bukunya, Gutierrez hendak menempatkan Yesus sebagai pembela kaum miskin, bukan sosok yang mendukung penindasan. Penduduk asli adalah mereka yang dikasihi Kristus. Dengan merujuk pada “the poor of Jesus Christ,” Gutierrez hendak menunjukkan bahwa penduduk asli Amerika yang diperjuangkan oleh Las Casas adalah kelompok yang secara teologis mencerminkan penderitaan Kristus.

Baca Juga  NU di Persimpangan Islamicate dan Islamdom

De Las Casas menolak kolonialisme sebagai instrumen penyebaran agama. Di saat yang sama, ia juga memperjuangkan kesetaraan manusia sekaligus mengapungkan hak asasi manusia. Atas apa yang dilakukannya itu, De Las Casas mendapatkan penolakan dari elit kolonial sekaligus petinggi gereja. Tapi, di saat yang sama, sikap De Las Casas adalah suara kenabian gereja yang menunjukkan dengan benderang bagaimana pembelaan Kristus terhadap kaum marginal.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini