Buku ini merupakan catatan-catatan keseharian salah satu peneliti eLSA, Tedi Kholiludin. Awalnya ini adalah cerita yang dipublikasikannya melalui media facebook. Mungkin lebih tepat jika catatan ini dimaknai sebagai kumpulan refleksi, bukan tulisan akademis. Didalamnya menggambarkan kisah hidupnya semasa kecil, gambaran kampung halamannya, keluarganya, hingga inspirasi dari sahabat-sahabat yang dikasihinya. Bisa diunduh secara cuma-cuma. Download Disini
Komentar
Bukan barangkali, namun semacam kenyataan, tulisannya tentang Giboeg-Bojong-Cilimus-Kuningan-Cirebon sebagai sumbangsihnya yang besar pada tempat kelahirannya. Empatinya pada desa kelahirannya, termasuk pergaulannya dengan sejumlah kerabat serta tetua, hemat saya, menjadi modal baik baginya untuk turut serta dalam pembangunan kehidupan di sana. Bagian ini, bagi saya, sekumpulan tulisan Tedi yang paling menarik. [Tubagus P. Svarajati]
Seperti yang sudah ditulisnya tentang bagaimana Tedi dan saya bergantian mengisi kelas, baik di STT Abdiel maupun IAIN Walisongo. Honorariumnya jelas dan tegas: Makan siang di warung nasi padang samping kampus STT ataupun di dekat kampus IAIN. Kadang ditambah satu eksemplar buku. Sejak awal kami membangun persahabatan bukan atas dasar proyek. Karena semua aktivitas dialog yang kami lakukan sejak awal lebih sering berujung pada ucapan terima kasih dan makan siang bersama. [Rony C. Kristanto]
Saya sangat senang sekali ketika membaca buku ini. Ada perasaan yang tak bisa saya ungkapkan melalui kata-kata. Tulisan di buku ini sangat menyentuh dan mengingatkan saya pada masa kecil dengan penulis. Terima kasih kawan. Romantisme masa lalu itu kini bisa kunikmati lagi. [Uwin Taqwimmudin]
Tedi begitu kelihatan bersemangat kalau mau berangkat kuliah ke Salatiga. Saya juga melihat begitu besar kekaguman Tedi terhadap Rektor UKSW Prof. John Titaley. Ini juga mungkin salah satu magnet Tedi dan memompa motivasinya dalam belajar…Saya melihat begitu akrabnya Tedi dengan sang Rektor UKSW, Prof John Titaley. Tidak hanya sekadar hubungan mahasiswa dengan dosennnya, akan tetapi melebihi dari itu, laiknya bapak dengan anaknya. Bahkan Tedi sering bercerita, kalau kekurangan atau bahkan tidak punya uang tak segan-segan ia meminjam uang kepada sang rektor, dengan jangka waktu pengembalian yang tidak jelas. [Iman Fadhilah]