Khittah ELSA Harus Tetap Dijaga

Semarang, elsaonline.com – Yayasan Pemberdayaan Komunitas (YPK) ELSA menggelar acara Halal bi Halal dan silaturahmi yang bertempat di Hotel Horison Minggu, 22 Mei 2022.

Acara tersebut diawali refleksi oleh penasehat YPK ELSA, As’adul Yusro dan dilanjutkan dengan pengarahan serta nasehat dari pembina YPK ELSA, Abu Hapsin.

Pada sesi refleksi, pria yang akrab dipanggil Yusro tersebut menyampaikan jika selama 17 tahun ini, ELSA mengalami perkembangan yang luar biasa. Menurutnya, ELSA dahulunya hanya sebuah lembaga kecil forum diskusi, kajian, dan menerbitkan buku.

“Saat ini, ELSA sudah bertransformasi menjadi lembaga besar yang memiliki banyak elemen seperti penerbitan, kaderisasi, program, media, pesantren dan lain-lain yang berada di bawah payung yayasan. Ini memang impian kita bersama,” tutur dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo tersebut.

Menurutnya, ELSA memiliki dua fungsi besar yang harus tetap dipegang dan dijalankan sampai kapanpun.

“Dua fungsi itu yang pertama adalah menjaga peradaban khususnya di Ngaliyan umumnya di Jawa Tengah dan yang kedua adalah mandat kaderisasi dimana salah satu fokusnya ialah pada kawan-kawan justisia. Mau tidak mau, dua hal ini harus tetap dijaga serta dijalankan,” ungkapnya.

Dirinya berpesan jika ke depan, grand desain yang pernah menjadi impian bersama perlu dimatangkan agar semakin lama akan semakin bertambah besar.

“Terakhir, satu hal yang akan membuat saya bahagia ketika mandat kaderisasi dan ruh ELSA tetap terjaga,” pungkasnya saat mengakhiri sesi refleksi.

Beradaptasi Tanpa Meninggal Khittah

Setelah sesi refleksi, acara diteruskan dengan sesi pengarahan serta nasehat dari pembina YPK ELSA Semarang, Abu Hapsin kepada seluruh peserta halal bi halal dan silaturahmi yang datang. Pada sesi tersebut ada beberapa hal yang ditekankan oleh Ketua PWNU Jawa Tengah 2013-2018 tersebut.

Baca Juga  Sejarah Gereja Katolik St Yusuf Gedangan, Semarang (6)

Menurut pria yang akrab dipanggil Pak Abu tersebut mengatakan, seiring berjalannya waktu, ELSA perlu melakukan penyesuaian, dan melakukan perubahan. Namun, tambahnya, jangan sampai penyesuaian serta perubahan tersebut membuat ELSA keluar dari relnya.

“Melakukan penyesuaian dan perubahan adalah sebuah keharusan. Saya teringat kata-kata Darwin. Binatang yang bertahan bukan binatang kuat akan tetapi, binatang yang bisa bertahan adalah binatang yang beradaptasi. Ini bisa ditarik menjadi, organisasi yang bertahan ialah organisasi yang mamu beradaptasi,” jelasnya.

Bagi Pak Abu, rel dan kunci yang harus tetap dipegang oleh ELSA adalah tetap menjaga gerakan intelektual. Baginya, gerakan intelektual ini adalah khittah (baca: garis besar perjuangan).

“Mau bagaimanapun khittah ELSA sebagai gerakan intelektual ini harus tetap dijaga. Jangan sampai Khittah ELSA ini bubar yang tadinya gerakan intelektual berubah menjadi lainnya. Jangan sampai ELSA lupa pada akar pendiriannya yakni gerakan intelektual itu tadi. Tidak ada yang lain,” tutur alumni University of California, Los Angeles (UCLA) tersebut.

Beliau menilai ELSA sejak dahulu hingga sekarang adalah gerakan kecil yang menjadi penyeimbang gerakan-gerakan besar di sekitarnya.

“Sedari dulu, ELSA memang menjadi gerakan kecil tapi, gerakan ini bisa menjadi penyeimbang gerakan-gerakan besar lainnya. Terakhir, saya berpesan agar agar semua orang-orang di ELSA tetap melatih diri menjadi anfauhum linnas (red: bermanfaat bagi manusia lain),” pungkasnya mengakhiri sesi arahan dan nasehat.(Sidik)

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Harmoni, Kemanunggalan dan Rasa: Menyelami Jawa yang terus Bergerak

Oleh: Tedi Kholiludin Budaya Jawa yang Adaptif Saya hendak mengawali...

Panggung Sosial dan Lahirnya Stigma

Oleh: Tedi Kholiludin Kapan dan bagaimana stigma bekerja? Karya klasik Erving...

Meritokrasi dan Privilege: Dua Wajah dari Keadilan yang Pincang

Oleh: Alfian Ihsan Dosen Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Setiap...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini