Semarang elsaonline.com Melindungi korban kekerasan seksual harus memiliki payung hukum. Landasan hukum yang berpihak pada korban menjadi sarana untuk menyelesaikan carut marut persoalan ini.
Data LRC-KJHAM di tahun 2013-2017 korban kekerasan seksual di dominasi oleh perempuan sejumlah 4.116 jiwa dari 2.116 kasus.
“Harapan kita RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) segera disahkan oleh DPR,” kata Divisi Informasi dan Komunikasi LRC-KJHAM, Citra Ayu Kurniawatia saat acara Aksi Damai ” Bahas segera RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Minggu (2/12) pagi.
Ia menambahkan, korban kekerasan seksual sangat membutuhkan payung hukum yang melindungi hak korban
Meskipun sudah terdapat UU Nomor 23 tahun 2004 Pengahapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU. Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Perlindungan Anak, dan UU Perlindungan Saksi belum berpihak pada korban.
“Peraturan yang ada belum berpihak pada korban karena masih menghambat pencari ketidakadilan karena terhambat terkait bukti-bukti,” tambahnya dalam press release yang diterima elsaonline.com
Selain dihambat, korban kekerasan seksual juga mengalami stigma di masyarakat. Pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap perempuan korban kekerasan seksual memperburuk pemenuhan da perlindungan korban.
“Korban kekerasan seksual sekarang krimnalisasi padahal menuntut hak nya. Dampak psikologi kepada korban kekerasan seksual akan trauma dan berdiam diri di rumah. Bahkan akan menyakitir diri,” ungkap Citra.
Aksi ini merupakan peringatan 16 hari anti kekerasan yang digelar di tengah car free day sekaligus rangkaian acara Hari HAM Internasional. (Justisia.com/ Red: Fais)