Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2015

cover 2015Laporan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah pada tahun 2015 ini mencatat ada 14 intoleransi, 4 kasus yang belum selesai dan 1 dugaan pelanggaran kebebasan beragama. Dilihat dari butir isu yang muncul, klasifikasi di tahun 2015 ini secara umum masih kurang lebih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Pertama, berkaitan dengan pelayanan administrasi kependudukan seperti akta kelahiran, kartu tanda penduduk (KTP) dan lainnya. Kedua, pendirian rumah ibadah. Ketiga konflik horizontal diantara kelompok masyarakat, terutama yang berhubungan dengan penolakan terhadap aliran keagamaan.

Selain tiga isu yang memang biasa muncul dalam kasus kebebasan beragama di tahun-tahun sebelumnya, di tahun 2015 ini ada satu isu spesifik yakni soal pembatasan dalam kegiatan-kegiatan akademik. Kasus tentang pelarangan pembicara Ahmadiyah berbicara dalam sebuah seminar, serta pemolisian seseorang atas dasar apa yang ia kaji secara akademis merupakan kasus yang relatif baru. Begitupun diskusi tentang tema Ahmadiyah yang sempat dipersoalkan dan dipersulit pelaksanaannya juga bagian dari sesuatu yang relatif baru ditemukan. Hemat kami, ini bagian dari situasi darurat kebebasan berekspresi yang harus dicermati secara serius.

Kasus perusakan sanggar warga Sapta Darma di Rembang juga perlu menjadi catatan penting tahun ini. Di Jawa Tengah, kasus perusakan sanggar milik warga Sapta Darma bagaimanapun telah menjadi sorotan nasional. Pemenuhan hak warga penghayat kepercayaan sekarang ini memang tengah menjadi agenda di banyak tempat. Meski tentu saja soal pelayanan publik tidak hanya harus diberikan kepadakadang penghayat semata, tetapi banyaknya diskriminasi yang mereka alami menjadikan gerakan untuk mengadvokasi kalangan penghayat menjadi sangat kencang.

Di level masyarakat, keterbukaan dan penerimaan terhadap perbedaan memang menjadi sebuah prinsip yang harus terus dipegang. Inilah bentuk toleransi. Namun, tidak semua keterbukaan dan sikap untuk menerima “yang lain” itu adalah toleransi. Karena, toleransi bukanlah toleransi jika mentolerir ketidakadilan.

Baca Juga  eLSA Report on Religious Freedom XXXV

Toleransi menjadi sebuah kebajikan jika mempromosikan saling pengertian dan kerjasama serta memberikan jalan bagi masyarakat untuk menengahi konflik secara damai. Dengan begitu, toleransi pada gilirannya juga bermakna sebagai sebuah pengakuan, tidak hanya keterbukaan. (Galeotti, 2004). Faktor toleransi sebagai pengakuan inilah yang kerap terabaikan dari setiap percakapan kita tentang paham “kepelbagaian.”

Download Laporan

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...

Liquid Identity: Saat Identitas menjadi Sebuah Entitas Muas

Oleh: Muhamad Sidik Pramono (Mahasiswa Magister Sosiologi Agama Universitas...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini