
[Semarang –elsaonline.com] Warga Ngaliyan tentu tak asing dengan nama Honggowongso. Saban hari, nama salah satu jalan di Kecamatan Ngaliyan ini ramai lalu-lalang pejalan kaki maupun kendaraan bermotor. Nama Honggowongso, ternyata dinisbatkan kepada salah satu pejuang dari Mataram Baru (Mataram II, red).
Sesepuh setempat Mahfudz (57) bercerita, Ki Honggowongso adalah orang yang pertama kali membuka daerah yang kini masuk Kecamatan Ngaliyan tersebut. Konon Mbah Honggowongso adalah Adipati kerajaan Mataram II. Kala ia menjabat, ratu pertamanya adalah adiknya sendiri.
Kepergian Mbah Honggowongso ke Semarang berawal dari perselisihan dengan adiknya sendiri lantaran beda pendapat terkait tamu dari Belanda. Ceritanya, kala itu datang utusan Belanda untuk mengadakan kerjasama dengan Mataram. Akan tetapi, utusan itu masuk keraton dengan jalan berdiri sambil membuka topi.
Konon Mbah Honggowongso marah, karena sikap itu dirasa tak menghormati sang Ratu. Lantas ia memukul utusan Belanda itu. Sang Ratu menegur Honggowongso untuk jadi orang yang sabar. Karena tidak semua daerah memiliki aturan yang sama dalam menghormati penguasanya.
”Karena kejadian tersebut Honggowongso malu, dia memutuskan untuk keluar dari kerajaan dan lari ke daerah Temanggung. Tidak lama kemudian, ia mendengar rencana jahat Belanda untuk menguasai Semarang. Akhirnya, dia lari ke daerah Kendal,” tuturnya saat ditemui di kediamanya, Senin (31/3).
Sayang, Hafidz tak bisa bercerita banyak tentang perjuangan mbah Honggowongso. Namun, apa yang diceritakan Hafidz banyak kesamaan dengan berita di malajah kampus IAIN Semarang Ngaliyan Metro. Pada tahun 2009, seorang sesepuh Ngaliyan bernama Mbah Halim memaparkan hal yang serupa.
”Konon nama Kendal sendiri, muncul karena Mbah Honggowongso melihat air sungai yang mengalir dengan gumpalan besar. Dari gumpalan air sungai itulah Mbah Honggo memberi nama Kendal. Konon ia juga memberi nama beberapa daerah yang bernama Kaliwungu, Karanganyar, dan Tugu Rejo,” dikutip dalam lama itu.
Setelah dari Kendal, Honggowongso melanjutkan pelariannya ke Kaliwungu berlanjut ke daerah Karanganyar, Mangkang Semarang. Di Karanganyar dia bertemu dengan istrinya. Tidak lama kemudian, Belanda berencana membuat jalan kereta api yang melalui daerah tersebut.
Akhirnya, dia putuskan untuk lari ke daerah Semarang Barat bagian tengah yang sekarang dikenal daerah Ringin Work. Dia berpamit pada istrinya untuk membuka daerah Semarang Barat bagian tengah dan meninggalkan istrinya di Karanganyar seorang diri. Hingga sang istri meninggal dan dimakamkan pula di Karanganyar.
”Sebelmunya sang istri berpesan bahwa di daerah tersebut tidak akan ada air kecuali musim hujan tiba. Masyarakat karanganyar menyebut istri Honggowongso dengan sebutan Nyai Kudung. Karena, dia adalah perempuan pertama yang memakai kerudung di daerah tersebut,” ujar Mbah Halim.
Dimakamkan di Ringinwok
Sesampai Honggowongso di daerah yang dituju, dia bubat yoso di sekitar Ringinwok. Hingga akhir hayatnya dia tinggal di daerah tersebut dan dimakamkan di tempat dimana ia pertama kali singgah. Makamnya berdampingan dengan kedua sahabatnya yang bernama Honggojoyo dan Honggoyoso.
Antara Mbah Honggowongso dengan Mbah Alian konon saling kenal. Mereka berdua pernah bertemu dan saling kenal di Cirebon. ”Sayangnya tak ada sejarah otentik yang menceritakan sejarah pertama kali Ngaliyan dan Ringinwork ini dibuka. Sejarah yang ada hanya cerita turun–temurun dari orang tua terdahulu,” tambahnya.
Warga sekitar, hingg saat ini sering mengadakan khaul Mbah Honggowongso yang dilaksanakan pada setiap Selasa Wage atau Jum’at Kliwon bulan As-Syura. Namun, karena zaman sekarang banyak yang bekerja. Maka, acara tersebut diadakan kerap di hari libur. [elsa-ol/Cep-@Ceprudin]