Pada Desember 2014, jenazah penganut Sapta Darma di desa Siandong Kecamatan Larangan ditolak dimakamkan di pemakaman umum oleh warga sekitar dan perangkat desa. Jenazah akhirnya dengan terpaksa dimakamkan di pekarangan rumah sendiri.
Penganut Sapta Darma sudah melakukan negosiasi dengan perangkat desa, namun permohonan penganut Sapta Darma akhirnya ditolak. Sejak tahun 2006 hingga 2015 sudah ada 5 jenazah penganut Sapta Darma yang ditolak di pemakaman umum.
“Pemakaman khusus Sapta Darma yang ada di Brebes itu bukan bantuan dari pemerintah. Dana untuk buat pemakaman itu murni hasil iuran warga (anggota) kami, itu karena adanya ketakutan terjadi penolakan pemakaman,” kata Carlim, saat ditemui di rumahnya di Desa Cikandag, Kersana, Brebes.
Kota Inklusif
Menurutnya, gagasan Brebes Inklusif harus juga menyeimbangkan dengan gejolak keagamaan yang ada di masyarakat. Hematnya, jika suatu kabupaten atau kota ingin menjadi kota inklusif, kasus-kasus yang ada harus selesai dengan adanya campur tangan dari pemerintah.
“Umpanya soal pemakaman, maka dalam proses penyelesaiannya pemerintah harus terlibat. Kalau kami sendiri yang berusaha menyelesaikan persoalan ini maka itu bukan perangkat pemerintah yang inklusif, tapi hanya warganya saja. Padahal namanya inklusif harus menyeluruh,” papar Carlim.
Seperti diketahui, Pemakaman Penganut Sapta Darma di Kabupaten Brebes terdapat di dua tempat. Pemakaman itu berada di Desa Sigentong Kecamatan Wanasari, dan di Desa Kalenpandan Kecamatan Larangan, Brebes. Kedua pemakaman ini disediakan karena adanya kasus penolakan pemakaman.[elsa-ol/CEP-@Ceprudin/003]
Orang -orang yang menolak pemakaman penganut Sapto Darmo , itulah yang disebut orang yang sok berkuasa melebihi kekuasaan ALLOH SWT. Allah saja tidak melarang orang yang beragama apa saja dimakamkan di mana saja di semua wilayah bumi ini, karena jasad manusia itu berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah ( dikubur dalam tanah ). Kecuali kalau mayat itu dimakamkan di kampung orang lain atau dimakamkan di tengah jalan , lhaaaaaaaa itu baru tidak boleh, karena akan mengganggu kepentingan umum. Memang saat ini adalah masa PANDAWA BUANG , artinya orang yang menganut ajaran JAWA disia-siakan di pulaunya sendiri yaitu pulau JAWA. Tapi sebaliknya orang yang menganut ajaran ARAB bertindak sewenang wenang dan menganiaya ajaran JAWA. Kalau dalam cerita MAHABHARATA, maka saat ini sedang berlangsung PANDAWA dibuang di hutan belantara, dan yang berkuasa adalah KURAWA. Tapi saya yakin ALLOH itu maha ADIL, suatu saat nanti ajaran JAWA ( INDONESIA ) akan menjadi rujukan orang orang yang ingin selamat dunia akerat dan hidup tenang tanpa kawatir akan di teror ataupun di bom ataupun di lempari mercon sambil TAKBIRAN. Sebagaimana dalam AL-QUAN yang berbunyi , ” Dan suatu bangsa mempunyai suatu masa “. yang artinya suatu bangsa itu mempunyai masa keruntuhan dan punya juga masa kejayaan . Demikian juga dengan bangsa INDONESIA, kalau saat ini sedang mengalami masa keterpurukan , mmaka suatu saat nanti tentu ada masa kejayaan. Demikian pembelaan saya sebagai Ketua Maksar Indonesia, TTD: KARJANAGA.