Pemerintah Harus Memenuhi Kebutuhan Pekerja Seks

KH. Ubaidulllah Shodaqoh (kiri)
KH. Ubaidulllah Shodaqoh (kiri)
[Semarang –elsaonline.com] Penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya tidak akan membawa hasil yang baik apabila pemerintah tidak melakukan upaya-upaya lain untuk menjaga kehidupan mantan para penghuninya. Dengan menutup semua aktifitas di lokalisasi terbesar di Asia itu pemerintah punya tanggungjawab menyediakan lapangan usaha yang dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka.

Hal itu disampaikan oleh KH. Ubaidullah Shodaqoh, Rois Syuriyah Pengurus Wilayah (PW) Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah, Senin (22/06).

Menurut pengasuh pondok pesantren Al-Itqon Bugen Pedurungan Semarang itu, sebenarnya tujuan lokalisasi pekerja seks adalah untuk meminimalisir penyimpangan perilaku seksual dan memudahkan pengawasan terhadap wanita-wanita yang menjajakan dirinya, sehingga akibat-akibat yang ditimbulkan darinya dapat terkontrol dengan baik. Seperti tersebarnya virus HIV dan AIDS yang rawan menyerang pekerja seks dapat dipantau langsung oleh dinas kesehatan dan aktivis penanggulangan HIV dan AIDS. “Lokalisasi memudahkan pengawasan, sehingga mudah untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan, seperti penyebaran penyakit fisik,” tuturnya.

Namun demikian jika pemerintah terpaksa harus menutup lokalisasi pekerja seks maka pemerintah harus melakukan tindak lanjut untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja seks, yakni memenuhi berbagai faktor yang menjadi alasan seseorang memilih bekerja sebagai penjaja cinta. Tindakan pemerintah akan sia-sia jika hanya sebatas menutup lokasinya tanpa memberikan solusi bagi penghuninya.

“Tugas dan kewajiban pemerintah tidak sampai disitu. Secara preventif wajib menanggulangi sebab-sebab timbulnya penyimpangan tersebut dari berbagai aspek, baik bagi bekas penghuni maupun yang baru. Termasuk bagaimana pemerintah harus membuka akses usaha lain untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kebijakan yang tidak dilakukan secara utuh, integral, tidak akan memberikan penyelesaian yang tuntas. Termasuk dari kewajiban pemerintah adalah menanggulangi sisa ekses dari lokalisasi sebagaimana penyakit-penyakit yang ditimbulkan,” terangnya.

Baca Juga  Meriahnya Imlek di Ambarawa

Bagi Kyai yang akrab disapa Gus Ubed itu, yang terpenting bagi pemerintah Surabaya sekarang setelah menutup lokalisasi Dolly adalah melakukan tindak lanjut yang tentu lebih berat dan mahal, yakni memberi solusi atas kepelikan hidup yang dideritanya. “Tindakan penutupan itu wajib diikuti dengan pengawasan bekas penghuninya secara penuh, tentu lebih sulit dan lebih mahal. Ya memang demikian tantangannya,” pungkasnya dengan santun. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar_88]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini