[Medan -elsaonline.com] Kebanyakan penganut penghayat kepercayaan atau agama lokal masih mengalami diskriminasi diberbagai wilayah. Seperti diskriminasi yang dialami penganut kepercayaan Ugamo Bangso Batak dan Permalim di Medan, Sumatera Utara.
Menurut Keplar Sitanggang, aktivis lintas agama Sumatera Utara, ini, saat pertama kali masuk penghayat kepercayaan Ugamo Bangso Batak (UBB) rumahnya sering dilempari batu oleh seseorang yang tidak dikenal. Pelemparan itu merupakan bagian dari teror terhadap agama baru yang telah dianutnya.
“Pertama kami masuk menjadi kepercayaan, rumah kami sering dilempari orang. Tapi kami yakin dengan kepercayaan kami kepada Tuhan Yang Maha Esa , kami gak takut,” ceritanya saat acara temu korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Aula Kantor Ahamadiyah Medan, Kamis (16/10).
Ditambahkan Sitanggang, meskipun agama yang diyakininya dianggap sebagai “bukan agama,” namun tetap memercayai agama yang diyakininya.
“Menurut Oppung kami, Tuhan itu hanya satu tapi perantaranya yang banyak,” jelasnya.
Sementara itu, penganut penghayat kepercayaan Permalim, Tongam Sinaga menceritakan bahwa para penganut agama lokal seperti Permalim masih banyak kedala yang dihadapi, seperti mengembangkan potensi yang ada di dalam komunitas penganut kepercayaan Permalim. “Secara umum kendala kami adalah kurang dapat mengembangkan potensi yang ada dikomunitas kami,” terangnya.
Hal senada juga diceritakan Desi Sirait, penganut kepercayaan Permalim, kurannya pergaulan dengan teman agama lain membuat dirinya menjadi aneh.
“Kendala kami adalah sulit dalam pergaulan dan sulit mengembangkan kreatifitas dalam komunitas kami. Karena kurangnya berbaur dengan mahasiswa lain karena mereka merasa saya aneh,”.[elsa-ol/@AbdusSalamPutra-Salam/003]