
[Semarang –elsaonline.com] Dahulu kala, permulaan orang-orang Eropa datang ke Nusantara mempunyai dua motif. Keduanya yakni missi penyebaran agama dan ekonomi. Namun untuk merengkuh dua maksud itu mereka menggunakan cara militer sehingga terjadi pertumpahan darah.
Demikian disampaikan Antropolog Undip (Universitas Diponegoro) Semarang Prof Muhadjirin Thohir pada kesempatan bedah buku “Laskar Ulama-santri dan Resolusi Jihad,” Selasa (8/9). Bedah buku yang diselenggarakan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edukasi dan Pengurus Wilayah Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI) Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah (Jateng) ini berlangsung di aula 1 kampus 1 IAIN Walisongo Semarang.
Diskusi ini menghadirkan Zainul Milal Bizawie sebagai penulis, Prof Mudjahirin Thohir, Antropolog Undip dan Abdul Ghaffar Razin Ketua PW RMI NU Jateng.
“Kesempuraan penulis atau pengarang buku dalam menulis itu terdapat dalam ketidaksempurnaan itu sendiri. Jika ada orang yang menulis menunggu sempurna, sama halnya dengan orang yang hendak sedekah menunggu kaya, ya gak jadi sedekah karena selalu merasa belum kaya,” ujar guru besar nyentrik asal Kaliwungu, Kendal ini.
Prof Mudja, sapaan akrabnya, melanjutkan, setelah lama menguasai Nusantara kemudian Belanda mencari riset bagaimana perasaan orang yang sedang di jajah. Ternyata kebanyakan dari rakyat Nusantara menginginkan merdeka. Setelah itu, menemukan cara yang namanya strategi adu domba dengan raja-raja Jawa.
“Pada situasi yang sedang karut-marut karena diadu domba, bangkitlah para ulama. Ulama beserta santri-santrinyalah yang berjuang untuk mengusir penjajah,” sambungnya.
Mustasyar PWNU Jateng ini juga mengupas buku itu dari sisi syarat-syarat keilmuan. Dia menegaskan, buku yang mencapai ratusan halaman itu secara keilmuan memenuhi empat syarat dalam bidang keilmuan, ontologi, aksiologi, epistimologi dan metodologi.
Ketua PW RMI NU Jateng Abdul Ghaffar Razin menyampaikan, jika membaca atau merenungkan perjuangan para leluhur untuk merebut bangsa ini menjadi merdeka tak lepas dari peran para ulama. Di antara pejuang yang berguguran karena peluru penjajah itu adalah ulama-ulama dan santri-santri.
“Jika bicara ulama, kita tak bisa melepaskannya dengan NU. Bagaimana pun NU terbentuk dari hiroh perjuangan kemerdekaan para ulama,” tandasnya. [elsa-ol/Cep-@Ceprudin]