[Semarang-elsaonline.com] Perayaan Hari Raya Nyepi merupakan hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun baru Saka. Pada awal tahun Saka ini dipercayai sebagai hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari air hidup, untuk itu seluruh umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap mereka, termasuk pemuda-pemuda Hindu.
Bagi pemuda Hindu, hari raya Nyepi ini dimaknai sebagai waktu yang tepat untuk membicarakan tentang di mana potensi diri paling tinggi yang ada di dalam diri mereka masing-masing agar tambah berpikir untuk lebih baik.
“Bagi saya sebagai pemuda Hindu pada hari raya Nyepi ini saya lebih memaknainya sebagai hari untuk menilai diri sendiri dan mempermuda diri lagi bagi para pemuda yang merasa tua sebelum waktu mudanya habis”, kata I Komang Jananuraga Caesar Adi Pradipta, Ketua Peradah (Perhimpunan Pemuda Hindu) Kota Semarang.
Menurut Komang, sapaan akrabnya, dengan momentum di hari Nyepi ini kita kembali menyambut tahun baru dengan merefleksikan diri dan membenahi diri. untuk mengingkatkan kepada para kaum muda, Sehingga mereka memudakan kembali semangat yang mungkin ternyata mulai semakin menua, menyerah dan usang. Sebab tidak selamanya kita akan menjadi muda, hari tua akan hadir di kemudian hari.
Selama ini, lanjut Komang, para pemuda tersesat, mereka mencari arti kebahagiaan dengan cara minum miras, pesta, dugem dan sebagainya yang akhirnya mereka hanya mendapat kebahagiaan semu. Sehingga ini perlu berhenti sejenak, kekang seluruh indera dan pikiran yang palsu sehingga bisa menilai perbuatan yang sudah dilakukan tersebut.
Tradisi Nyepi
Dalam tradisi umat Hindu di Semarang, mereka memanfaatkan hari raya ini sebagai hari untuk berkumpul dengan keluarga. “Biasanya kami manfaatkan untuk kumpul-kumpul dengan keluarga, ya saling maaf-maafan dan saling mengucapkan terima kasih, sebab selama hidup pasti kita punya salah sama mereka dan juga mendapatkan bantuan dari mereka, lebih-lebih pemudanya yang masih pada labil”, jelasnya.
Dalam rangkaian menyambut Hari Raya Nyepi, Komang menjelaskan bahwa umat Hindu melakukan sembahyang dengan mulai dari Melasti yang merupakan persembahyangan di pantai dalam rangka membersihkan dunia dari aura negatif dan mencuci barang-barang pusaka yang ada di pura. Kemudian dilanjutkan dengan pembersihan kuil dan rumah sebagai persiapan nyepi supaya lancar dan alam roh jahat, jin dan yang lain menjadi netral.
“Pada hari Nyepinya ada ritual Catur Brata penyepian, yaitu Amati Geni maksudnya tidak boleh menyalakan api, listrik dan api nafsu, Amati Karya maksudnya tidak bekerja dan Amati Leluangan maksudnya tidak bepergian, kemudian puasa 24 jam, jadi selama 24 jam mati lampu, termasuk marikan Hp” tuturnya sambil tersenyum ketika dihubungi elsaonline.
Pada awal-awal tahun Saka ini, Komang mengajak semua pemuda Hindu dan bahkan semua pemuda untuk memberikan spritual untuk jiwa juga butuh spiritual, seperti halnya badan butuh nutrisi. “Pemuda pada zaman sekarang tampaknya membutuhkan keheningan nyepi dalam menggali diri, mencari tahu apa yang dia tidak tahu dan membuka kembali jiwa muda. Dalam hening kuatnya potensi muda dalam diri tergali lebih lengkap dan digunakan untuk menjadi modal sebagai generasi agama dan bangsa yang lebih baik”, pungkasnya. [elsa-ol/Wahib-@zainal_mawahib]