
[Semarang –elsaonline.com] Dari apa yang ditulis edisi terdahulu, jelas bahwa Mgr J Lijnen adalah pastoor paroki Gedangan yang tak hanya paling lama bertugas di Semarang. Namun juga yang paling berjasa lebih-lebih dengan mengundang para Suster OSF dan dengan membangun gereja ulang.
Pembangunan gereja ulang itu tahunnya kemudian dirayakan pada 12 Desember tahun 2000 kala itu. Pastoor Lijnen sendiri lahir di Dietern, Dekat Susteran Provinsi Limburg, Belanda pada 17 Agustus 1815. Pada tahun 1882 kesehatannya mengalami penurunan.
Dengan begitu kemudian ia beristirahat beberapa bulan di Ungaran, Kabupaten Semarang dan kemudian dibawa ke Betawi. Hingga meninggal pada 10 Juni 1882 ia berusia mencapai 67 tahun. Atas permintaan umat Katolik di Semarang ia kemudian dimakamkan di Kerop Kobong pada 17 Juni 1882.
Di atas makamnya didirikan tugu persegi emat yang terbuat dari marmer. Pada bagian depan terlihat potret Pastoor Lijnen sendiri. Di sebelah kiri dan kanan relief gereja di Padang dan Semarang yang telah dibangunna da di bagian belakang Pastoor Lijnen terlihat diremuni anak-anak yatim piatu.
Dibongkar
Anak-anak yatim itu merupakan simbol perhatian ia selama masih hidup kepada anak-anak yatim. “Sekitar tahun 1976 kami sendiri sempat melihat monumen itu dalam keadaan masih utuh dan membuat rencana memindahkannya ke tempat tempat yang lebih aman,” tulis buku itu.
Rencana pemindahan itu karena Kerkop Kobong akan ditutup. Namun pada hari berikutnya ternyata batu-batu marmer itu sudah diambil orang dan tidak pernah ditemukan lagi. Jenazah Mgr Lijnen kembali di kuburan Girisonta, Ungaran. Sisa-sisa dari tugu di atas makamnya disimpan di Gereja Gedangan.
Dalam tahun-tahun sesudah peresmiannya gereja Gedangan diperindah terus menerus. Pada tahun 1880 didirikan altar baru model gotik yang dibuat di Kta Duesseldorf, Jerman dan sekarang masih dipakai sebagai altar Sakreman Mahakudus.
Pada tahun 1882 dibuat bangu Komuni, tetapi sejak Konsili Vatikan II tidak dipakai lagi. Pada tahun yang sama menara dilengkapi dengan jam dan dua lonceng. Kemudian jendela-jendela dihiasi dengan kaca berwarna (stained glass).
Bangku-bangku, gereja yang sekarang masih dipakai dibuat pada tahun 1885. ketika berkunjung ke ruangan itu masih tampak megah dengan ukiran khas eropa. Pada tahun 1903 didirikan organ pipa dan dipasang juga gambar jalan salib.
Gereja itu sekarang tak hanya digunakan untuk tempat ibadah. Namun banyak digunakan juga untuk aktivitas sosial. Salah satu kegiatannya juga dengan komunitas Becak Ronggo. Panulis sempat mengikuti beberapa kegiatan disaat bulan puasa yakni buka bersama dengan komunitas tukang becak itu. [elsa-ol/Cep-@Ceprudin]