Stop Kriminalisasi Korban !

Siaran Pers The Wahid Institute

Kriminalisasi ini menunjukan sikap malas dan ketidakberanian aparat menindak tegas aktor-aktor kekerasan dari kelompok dan organisasi mengatasnamakan agama.

Jakarta. Palti Panjaitan, pendeta Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) jemaat Filadelfia, Bekasi, kini dijadikan tersangka oleh Polres Kabupaten Bekasi. Pasal yang disangkakan, KUHP pasal 352 dan 335, kasus penganiayaan dan perbuatan tidak menyenangkan. Oleh polisi, Palti disangka memukul Abdul Aziz, pimpinan salah satu kelompok yang selama ini menolak pembangunan gereja dan tak jarang melakukan aksi-aksi kekerasan verbal dan fisik, pada malam Natal, 24 Desember 2012. Padahal menurutnya, saat itu justru dirinya yang menjadi korban kekerasan.Pendeta Palti, juga jemaatnya, kerap jadi korban kekerasan verbal dan fisik dalam sengketa penyegelan HKBP Filadelfia Bekasi yang kasusnya sudah dimenangkan pengadilan. Dalam sejumlah ibadah mingguan, Pendeta Palti dan jemaatnya jadi langganan menjadi korban dari rangkaian intimidasi. Tak jarang ia mendapat ancaman pembunuhan.

Pola kriminalisasi terhadap korban dari kaum minoritas bukan kali ini saja. sulit menepiskan dugaan, ini menjadi pola dalam sejumlah kasus pelanggaran jaminan kebebasan beragama di Indonesia.

Modus ini juga dialami jemaat GKI Yasmin di Bogor. Jayadi Damanik, seorang anggota jemaat dijadikan tersangka lantaran dianggap menganiaya kepala Satpol PP Bogor pada  Oktober 2011. Begitupun dengan Deden Sudjana, korban kasus kekerasan terhadap komunitas Ahmadiyah Cikeusik, Tajul Muluk, pemimpin komunitas Syiah di Sampang, dan Pendeta Bernard Maukur dari Gereja GPDI Mekargalih di Kebupaten Sumedang karena menolak gerejanya ditutup. Atas peristiwa tersebut, the Wahid Institute menyatakan sikap sebagai berikut :

Pertama, kasus kriminalisasi Pendeta Palti Panjaitan sekali lagi menegaskan, kriminalisasi korban menjadi pola atau modus dalam mengatasi kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran kebebasan beragama. Ini juga menunjukan sikap malas dan ketidakberanian aparat menindak tegas aktor-aktor kekerasan dari kelompok dan organisasi mengatasnamakan agama.

Baca Juga  Sebagai Warga Negara, Sapta Darma Dilindungi Konstitusi

Kedua, mendesak Kapolri memastikan sekaligus memerintahkan seluruh bawahannya untuk menghentikan cara-cara kriminalisasi yang justru menjauhkan dari semangat penegakan hukum dan keadilan. Di samping itu memastikan pula setiap proses hukum terkait kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama dilakukan secara terbuka, transparan, dan adil. Presiden Republik Indonesia perlu memberi perhatian serius dan mengambil sikap atas kasus-kasus kriminalisasi seperti ini. Jika tidak, kepercayaan dunia internasional atas penegakan jaminan kebebasan beragama di negeri ini terus melorot.

Ketiga, meminta seluruh elemen masyarakat sipil untuk mengawasi dan mendesak agar cara-cara kriminalisasi ini dihentikan. Masyarakat luas juga dihimbau untuk tidak melakukan tindakan kekerasan dan mendiskriminasi kelompok minoritas.

Jakarta, 13 Maret 2013

Rumadi
Koordinator Program the Wahid Institute
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Militansi di Level Mikro dan Tausiah Politik yang tak Berdampak

Oleh: Tedi Kholiludin Ada dua catatan yang menarik untuk dicermati...

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini