Warga Sedulur Sikep Terus Perjuangkan Haknya

Warga Sedulur Sikep Kudus berfoto bersama. [Foto: Salam]
Warga Sedulur Sikep Kudus berfoto bersama. [Foto: Salam]
[Kudus –elsaonline.com] Ardiyanto Pemuda Sedulur Sikep mengenang masa lalunya yang pernah tidak mendapat restu dari orang tua perempuan yang ia sukai. Bukan karena faktor personal dari pemuda tersebut, melainkan karena alasan administratif. Ajaran Sedulur sikep tidak boleh mencatatkan pernikahan.

“Saya pernah berpacaran dengan orang Islam, tapi karena persoalan kita tidak punya buku nikah sehingga dari pihak keluarga perempuan tidak merestui,” kenangnya pada acara Sosialisasi Program Pemberdayaan Ekonomi dan Inklusi Sosial Kepada Penerima Manfaat di Kabupaten Kudus, Minggu (12/4) di Hotel Griptha Kudus.

Permasalahan yang dialami sedulur sikep kebanyakan adalah soal akses terhadap pelayanan publik. Mereka banyak tidak mendapatkan haknya layaknya warga Negara yang lain. Pengakuan tersebut diuangkapkan dalam acara tersebut. Sebagai contoh, dengan tidak adanya surat nikah mereka kemudian dalam Akta Kelahiran anaknya tertulis “anak di luar nikah dari ibu”.

“Kata tersebut sangat menyakiti Sedulur Sikep, karena kita dianggap mempunyai anak di luar nikah,” tambah Ardi. Imbas dari surat nikah tersebut warga Sedulur sikep secara administratif dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) tertulis belum kawin, dan dalam Kartu Keluarga (KK) yang menjadi kepala keluarga ada Ibu.

Punya Harapan
Budi Santoso, salah satu warga Sedulur Sikep Kudus masih meyakini bahwa pemerintah akan memenuhi harapan-harapan dari sedulur sikep. Ia menyampaikan meski selama ini kita masih terdiskriminasi tapi ia yakin dengan perjuangan bersama mereka akan dapat diakui oleh Negara.

“Kita tidak melanggar aturan negara tapi negara yang justru melanggar hak-hak kita sebagai warga negara” tegas Budi dengan suara lantang.

“Harapan dan angan-angannya, yang perlu diperjuangkan daripada hak-hak kita ya diakui oleh negara. Karena sampai saat ini kita masih terdiskriminasi. Kita sebagai agama adam belum diakui oleh negara, mau ngikuti aturan negara bagaimana sedangkan di sini kita tidak masuk dalam pengakuan negara sebagai agama resmi,” lanjutnya

Baca Juga  Marzuki Wahid : Buya Husein Muhammad Ulama Post-Tradisionalisme

Lebih lanjut Budi berharap Program Peduli ini menjadi bagian usaha untuk sedulur sikep mendapatkan haknya sebagai warga Negara. Selain itu juga sebagai kaderisasi untuk pemuda sebagai penerus ajaran leluhur yang harus dilestarikan. [elsa-ol/Ubed-@UbbadulAdzkiya/001]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini