Ahmadiah: “Kita Dituntut Jaga Perdamaian”

Zafrullah Ahmad Pontoh
Zafrullah Ahmad Pontoh

[Semarang –elsaonline.com] Juru bicara jemaat Ahmadiyah Indonesia, Zafrullah Ahmad Pontoh mengatakan wajib bagi warga Indonesia untuk mengusung dan mengamalkan ajaran Islam yang penuh kedamaian.

Ajaran damai baginya, terutama bagi kaum Ahmadiah, sikap tolong menolong dengan semua elemen anak bangsa harus terus dilakukan dan dipelihara. Hal demikian penting untuk menumbuhkembangkan kedamaian yang telah diwariskan para pendahulu, demi terpeliharanya masyarakat yang cinta damai.

Demikian disarikan dari uraian Zafrullah usai didaulat menjadi narasumber ‘Menggagas Pemimpin Indonesia: Pemimpin Agama Pancasila’ di Kampus IAIN Walisongo Semarang, Rabu (21/5) siang.

“Hadhrah Mirza Nasir Ahmad Imam Ahmadiyah ke-3 yang telah memberikan moto yang baik yakni Love for All Hatred for Non. Kami dituntut untuk berlaku kasih kepada siapa pun,” ungkap dia.

Zafrullah menjelaskan bahwa kultur budaya bangsa Indonesia tercermin dari keragaman yang dimiliki baik suku, agama, bahasa, budaya dan kepercayaan. Sehingga, keragaman ini sulit ditemukan pada bangsa lain.

“Makanya, suku-bangsa ini makin memperkaya budaya lokal,” ujarnya.

Islam sendiri telah memperkenalkan kepada bangsa Indonesia dengan konsep bermasyarakat dengan menitikberatkan pada pembentukan karakter. Pembentukan itu mengacu pada Nabi Muhammad.

Dikatakannya, kepribadian Muslim yang terbentuk tak hanya penting bagi kehidupan pribadi. Melainkan juga penting bagi kepribadian bangsa yang bermanfaat bagi terciptanya masyarakat dunia yang damai dan harmonis.

Karena itulah, pihaknya meyakini bahwa masa depan perdamaian di Indonesia adalah suatu keniscayaan. Pasalnya, spirit perdamaian ini sudah ditanamkan para leluhur sejak zaman dahulu.

“Karena itu, merupakan kewajiban kita bersama untuk selalu bersatu merawat perdamaian dan keharmonisan,” pungkasnya. [elsa-ol/Munif-@MunifBams]

Baca Juga  Dua Penjelasan Fenomena “Conservative Turn”
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Harmoni, Kemanunggalan dan Rasa: Menyelami Jawa yang terus Bergerak

Oleh: Tedi Kholiludin Budaya Jawa yang Adaptif Saya hendak mengawali...

Panggung Sosial dan Lahirnya Stigma

Oleh: Tedi Kholiludin Kapan dan bagaimana stigma bekerja? Karya klasik Erving...

Meritokrasi dan Privilege: Dua Wajah dari Keadilan yang Pincang

Oleh: Alfian Ihsan Dosen Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Setiap...

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini