
[Semarang –elsaonline.com] Pelanggaran hak-hak minoritas, konflik atau bentuk pelanggaran lainnya kerapkali terjadi di bumi Indonesia. Dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) misalnya, Negara ternyata belum menyelesaikan secara utuh.
Semestinya, negara mampu menyelesaikan. Salahsatunya dengan mengusung pemimpin yang menghargai dan menjunjung tinggi HAM. Perihal tersebut disampaikan tokoh Nahdlatul Ulama KH Salahudin Wahid.
Menurut Gus Solah, hak untuk hidup dan hak kebebasan beragama merupakan cerminan dari HAM yang patut dipertahankan. Maka, idealnya pemimpin Indonesia harus yang mampu membumikan pancasila dan menjunjung tinggi hak-hak warga negaranya.
“Hak-hak mendasar manusia adalah hak untuk hidup atau kenyamanan hidup dan berkeyakinan. Di sini penting untuk dipahami oleh pemimpin Indonesia mendatang, karena sepanjang hal ini tidak membuat onar atau kerusuhan yang mengancam keamanan negara ini harus dilindungi,” urai pengasuh pondok Tebu Ireng ini dalam seminar kebangsaan di Kampus IAIN Semarang, Rabu (21/5).
Menurutnya saat ini, banyak dari para tokoh bangsa yang melalaikan pemenuhan terhadap HAM. Hal yang terlihat jelas adalah rekam jejak para tokoh yang tidak pernah mengelola dan turut membantu menuntaskan kasus HAM.
“Saya juga tidak melihat adanya tokoh yang punya perhatian yang cukup besar terhadap HAM di antara capres dan cawapres yang ada. Tapi, saya ingat bahwa pada tahun 2007, hanya ada pak JK,” sebutnya.
Jusuf Kalla atau JK disebut sebagai tokoh yang punya inisiatif untuk membuat SKB 3 menteri tentang masalah Ahmadiyah. Namun Gus Solah masih bertanya-tanya terkait pemahaman para perwira polisi maupun TNI soal pemenuhan hak-hak berkeyakinan.
“Rasulullah dalam pidatonya saat wukuf di Arafah, menagtakan tugas Rasul menyeru umat manusia kepada jalan Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati hak-hak suci manusia. Pemimpin Indonesia mendatang, tentu harus menghormati betul apa itu hak-hak asasi warga negaranya,”imbuhnya. [elsa-ol/Cahyono-@cahyonoananto]